Dalam masa sekarang ini kemajuan industri fashion semakin pesat, tanpa mengenal batasan-batasan umur. Mulai dari anak-anak, muda dan tua menggunakan fashion ini untuk berpenampilan menarik atau hanya sekedar agar dipandang lebih up to date dalam hal fashion. Akan tetapi perkembangan fashion yang begitu pesat tidak dibarengi dengan kondisi perburuhan yang baik serta kita sebagai salah satu konsumen pakaian-brand-brand tersebut tidak tau pakaian-pakaian, fashion-fashion kece nan keren yang mereka pakai itu sebenarnya hasil kerja dari keringat-keringat buruh. Para pekerja itu mengalami penindasan dan eksploitasi didalam pekerjaan mereka dengan contoh buruh-buruh pabrik garment yang memproduksi brand-brand ternama negara-negara eropa seperti Nike, Adidas, Ralp Laurent, HnM, Uniqlo dan lain sebagainya, kerap melanggar hak-hak bagi buruh yang ada dalam hukum.
Di antaranya adalah kondisi pelanggaran hak cuti haid dan cuti hamil bagi perempuang yang sering tidak diberikan oleh perusahaan, kerja lembur tanpa dbayar, phk sepihak, tidak diberikannya thr, kekerasan dan pelecehan secara fisik maupun verbal didalam perusahaan maupun kodisi kerja yang tidak layak atau tidak manusiawi, pemberangusan serikat , pembayaran upah dibawah ketentuan yang berlaku dan masalah-masalah lain yang masih banyak lagi menimpa parah buruh garment terutama buruh perempuan dalam memproduksi brand-brand ternama tersebut. Barang-barang jadi hasil dari jerih payah buruh tersebut dipasaran dihargai dengan harga yang bisa dibilang cukup tinggi untuk golongan menengah kebawah akan tetapi yang jadi masalah disini adalah dengan harga jual brand-brand tersebut yang cukup tinggi tidak dibarengi dengan kesejahteraan buruh-buruh/pekerja yang membuat barang tersebut.
Contohnya, buruh-buruh membuat pakaian-pakaian brand adidas di perusahaan garment dibeberapa daerah di Jawa Tengah. Mereka memproduksi brand global dengan harga jual di pasaran adalah Rp.5.000.000 per pcs dan buruh-buruh/pekerja dalam sehari bisa memproduksi kurang lebih 20.000-an pcs pakaian brand adidas tersebut dan disetiap bulannya hanya mendapat upah sesuai UMK daerah jawa tengah yang rata rata hanya 2-3 juta disetiap bulannya. Dalam hal ini berarti buruh disetiap bulannya hanya mendapat tak kurang satu pakaian/barang jadi brand-brand tersebut dan dimana sebenarnya keuntungan terbesar tersebut berada? keuntungan terbesar berada diantara para pemilik perusahaan serta pemilik brand-brand ternama tersebut. Melihat kondisi realita diatas bagaimana sebenarnya posisi buruh didalam rantai nilai global tersebut? apakah rantai nilai gobal yang diorganisasikan oleh kaum kapitalis ini ikut andil dalam terciptanya kondisi perburuhan yang sedang terjadi saat ini? dan apakah berpengaruh pada hal-hal lain dikehidupan masyarakat? Serta apakah rantai nilai global (Global Velue Chain) sama dengan rantai pasok global (Global Supply Chain).
Fatimah Fildzah Izzati seorang peneliti perburuhan dalam Talkshow Union di Marsinah FM dengan tema “Buruh Dalam Rantai Nilai Global” yang membahas apa itu sebenarnya rantai nilai global serta posisi buruh dalam rantai nilai global mengungkapkan bahwa rantai nilai global memiliki banyak istilah antara lain rantai nilai pasok, rantai nilai komoditas dan masih banyak yang lain akan tetapi maknanya tetap sama. Rantai nilai global membicarakan tentang barang-barang atau komoditas yang diproduksi oleh kelas buruh diseluruh dunia dalam sebuah rantai nilai yang saling terhubung.
Di dalam rantai nilai global pengekstraksian nilai lebih dilakukan oleh kelas kapitalis dari wilayah-wilayah pinggiran yang dianggap lebih murah, lebih memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia lebih banyak dan di apropriasi ke wilayah-wilayah lain yang ada didunia atau pengekstraksian nilai lebih ini terjadi di negara-negara yang disebut negara selatan (negara-negara berkembang seperti negara Indonesia dan wilayah Asia-Afrika lainnya, tempat perusahaan berdiri) untuk di apropriasi ke wilayah-wilayah lain yang disebut negara utara (negara yang memegang hak cipta/lisensi dari desain dalam industri garment/fashion seperti negara Inggris, Italy dan Prancis). Ketika rantai nilai global ini diorganisasikan oleh kelas kapitalis, kelas kapitalis ingin mencari wilayah-wilayah yang murah untuk mendirikan pabrik-pabriknya guna memproduksi komoditas-komoditas mereka serta yang paling utama dicari oleh kelas kapitalis ini adalah biaya tenaga kerja yang murah dan juga lingkungan yang mempunyai sumber daya yang melimpah dan setelah dipindahkan ke wilayah-wilayah yang murah tersebut juga akan timbul kerusakan alam yang dirasakan oleh wilayah tersebut. Fildzah juga menjelaskan apa itu nilai lebih yang ia ungkapakan dipernyataan sebelumnya, ia mengungkapakan bahwa teori nilai lebih ini kunci ekspolitasi dalam sistem kapitalisme. Teori nilai lebih ini datang dari pemikir ekonomi politik terkemuka, karl Marx yang pada intinya adalah selisih antara nilai yang dciptakan buruh dalam proses produksi dengan nilai yang diterima buruh melalui upah.
Kokom Komalawati Buruh Eks PDK juga mengungkapkan pendapatnya terkait rantai nilai global. Ia mengungkapkan bahwa rantai nilai global nilai atau harga dari barang atau jasa dan perbedaannya dengan rantai pasok global yaitu rantai nilai global itu menceritakan jumlah nilai atau harga dari setiap bagian dari pembuatan barang atau komoditas sedangkan rantai pasok global menceritakan bagaimana sebuah barang itu disediakan atau dipasok dan inti atau kajian dari rantai nilai atau pasok ini adadalah bagaimana cara membuat barang semurah mungkin dengan kualitas barang yang baik dan akan menguntungkan kaum kapitalis serta bagaimana memaksimalkan keuntungan, menekan biaya dan resiko.
Melihat pernyataan kedua narasumber tersebut kita bisa melihat buruh berada diposisi rantai paling bawah, terkecil. Kaum kapitalis untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya hanya buruh dan upah buruh yang dapat diotak-atik, ditindas dan dieksploitasi tenaganya, kehidupanya guna melancarakan produksi komoditas dan memperoleh keuntungan maksimal kaum kapitalis berarti dalam hal ini bukan hanya pemilik perusahaan yang ikut andil dalam penindasan dan eksploitasi para buruh akan tetapi rantai nilai, pasok teratas, pemilik-pemilik brand yang juga harus bertanggung jawab atas kondisi-kondisi kerja buruh yang tidak adil saat ini. Fildzah juga menambahkan eksplotasi-eksploitasi yang setiap hari terjadi itu dinormalisasi dan dianggap sebagai hal yang wajar dan harus dibongkar karena ini adalah eksplotasi yang sebenarnya tidak boleh dilakukan dan diwajarkan.
Maka dari itu kelas buruh harus berusaha mengetahui akar masalah dan faktor-faktor yang menyebabkan penindasan dan eksploitasi terhadap dirinya dan memutus mata rantai eksploitasi dan penindasan tersebut guna menciptakan kondisi kerja yang sehat, layak dan manusiawi lewat serikat buruh/pekerja karena serikat buruh adalah ruang belajar bersama kaum buruh.