Search
Close this search box.

Sebuah Tragedi: Lagi, DPR RI Tidak Mengesahkan RUU PPRT

Endang Yuliastuti dari Institut Sarinah mengeluhkan aturan ketat yang diterapkan terhadap PRT dan Koalisi Sipil selama lima tahun terakhir. Menurutnya, tata kelola DPR semakin menjauh dari rakyat dan membatasi partisipasi masyarakat, khususnya PRT, meskipun mereka hanya ingin memantau jalannya sidang.

Tanggal 30 September 2024 menjadi hari kelabu bagi para Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali tidak disahkan oleh pimpinan DPR RI. Meski Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sudah berada di meja pimpinan sejak Mei 2023, RUU PPRT tidak masuk dalam agenda rapat penutupan masa jabatan DPR 2019-2024.

Namun, ada sedikit harapan ketika Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Wihadi Wiyanto dari Partai Gerindra, mengirimkan surat permintaan agar RUU PPRT dilimpahkan (carry over) ke DPR baru. Surat ini dibacakan oleh Ketua DPR dalam Rapat Paripurna tanggal 30 September 2024, yang akhirnya disetujui oleh anggota sidang.

Koalisi Sipil mengapresiasi upaya Baleg dalam menyelamatkan RUU PPRT. Lita Anggraini dari Jala PRT menyatakan terima kasih kepada Wihadi Wiyanto dan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, yang turut menginisiasi diskusi melalui Focus Group Discussion (FGD) pada 3 dan 19 September 2024 untuk mengembalikan pembahasan RUU PPRT ke DPR.

Sayangnya, meski ada sejumlah kemajuan, perjuangan PRT untuk mendapatkan perlindungan hukum masih panjang. Perwakilan Koalisi Sipil dan PRT yang hadir dalam Sidang Paripurna mengalami kesulitan masuk ke gedung sidang. Dari 60 orang yang hadir, hanya 8 orang yang diizinkan masuk ke ruang sidang, sementara sisanya ditahan di luar meski sudah mengajukan izin ke biro persidangan.

Endang Yuliastuti dari Institut Sarinah mengeluhkan aturan ketat yang diterapkan terhadap PRT dan Koalisi Sipil selama lima tahun terakhir. Menurutnya, tata kelola DPR semakin menjauh dari rakyat dan membatasi partisipasi masyarakat, khususnya PRT, meskipun mereka hanya ingin memantau jalannya sidang.

Harapan besar kini bertumpu pada DPR periode 2024-2029. Koalisi Sipil dan para PRT meminta anggota DPR yang baru untuk lebih responsif terhadap aspirasi rakyat kecil dan menunjukkan komitmen politik yang mendukung pengesahan RUU PPRT. Ajeng Astuti dari SPRT Sapulidi menekankan pentingnya pembuktian janji dari Puan Maharani, Ketua DPR RI, untuk mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat, khususnya perempuan miskin kepala keluarga yang banyak berprofesi sebagai PRT.

Perjuangan panjang selama 20 tahun ini kembali menemui hambatan, meninggalkan rasa kecewa dan kesedihan di hati para PRT. Bahkan, Direktur Institut Sarinah, Endang Yuliastuti, mengalami sakit akibat stress dan ketegangan emosional setelah sidang, sementara PRT lainnya merasakan luka yang lebih dalam akibat kegagalan ini.

Koalisi Sipil menegaskan bahwa perjuangan mereka akan terus berlanjut. Dengan jutaan PRT yang menantikan perlindungan hukum, mereka berharap DPR yang baru dapat lebih amanah dan merakyat dalam menjalankan tugasnya.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Aliansi Perempuan Indonesia Desak DPR Setop Pembahasan RUU TNI: “Negara Jangan Main-main dengan Nyawa Perempuan!”

Aliansi mengingatkan bahwa revisi ini dilakukan dengan cara tertutup, terburu-buru, dan tanpa partisipasi masyarakat sipil. Mutiara Ika Pratiwi dari Perempuan Mahardhika mengingatkan bahwa situasi ini bukanlah persoalan sepele. “Kita bicara tentang sejarah berdarah bangsa ini. Pengalaman selama era Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, Papua, dan daerah lainnya, perempuan selalu menjadi korban kekerasan seksual sistematis sebagai alat kekuasaan militer,” jelasnya.

Bermula Dari Serpihan Semangat Juang

Rapat Akbar FBLP  pada tahun 2011 Oleh Dian Septi Trisnanti  untuk semua kawan yang mendukung dan terlibat dalam perjuangan FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik) Ini

Oligarki dan Peluang Pembangunan Politik Alternatif

Usman Hamid, dalam sebuah diskusi “Partai Politik Alternatif: Hanya Slogan?” yang diselenggarakan oleh KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia), menyatakan, untuk menghadapi kekuatan oligarki,maka gerakan sosial,

KENDENG MENUNDUKKAN KEPALA

Jakarta, Selasa, 21 Maret 2017 Sejak Senin 13 Maret 2017, warga pedesaan di kawasan bentang alam karst Kendeng memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat