Di hadapan majelis hakim, pada Selasa, 4 Oktober 2016, anggota komisioner Komnas HAM, Nurlaila, sebagai saksi ahli, menyampaikan ada indikasi pelanggaran hak asasi terhadap 23 buruh yang ditangkap. Pelanggaran itu diantaranya, pelanggran atas hak untuk tidak dilakukan penyiksaan, hak memperoleh keadilan, hak menyampaikan pendapat di muka umum, dan hak meningkatkan kesejahteraan bagi buruh dimana buruh berhak memperoleh upah layak sebagaimana yang kaum buruh sampaikan ketika menolak PP 78 tentang pengupahan pada 30 Oktober tahun lalu.
Selain itu, Nurlaila menjelaskan bahwa tidak ada alasan sah menurut hukum bagi kepolisian Resor Jakarta Pusat dan Kepolisia Daerah Metro Jaya untuk memerintahkan pembubaran aksi unjuk rasa dengan alasan telah lewat pukul 18.00 waktu setempat, apalagi dengan cara kekerasan. Pasal 7 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012, yang mengatur batasan pukul 18.00 waktu setempat dalam penyelenggaraan unjuk rasa, tidak sejalan dengna norma Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, yang tidak mengatur larangan menyampaikan pendapat lewat pukul 18.00 waktu setempat. Bahkan, mestinya para peserta unjuk rasa berhak mendapatkan perlindungan hukum, tidak menggunkan pendekatan hukum pidana sebagai alat kekuasaan yang dinilai bisa melemahkan gerakan buruh. Hal itu dijamin dalam Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tetnang HAM jo. Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Sementara dalam kasus Tigor dan Obed selaku pendamping hukum, Nurlaila juga menegaskan bahwa keduanya dilanggar haknya selaku Pemberi Bantuan Hukum yang dilindungi UU No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum dan pasal 100 – 103 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Baik Tigor, Obed dan Hasim Ilyas (mahasiswa yang bersolidaritas dan ikut ditangkap serta dipukuli) mengalami pelanggaran hak memperoleh keadilan, hak untuk tidak dianiaya, hak pembela HAM, hak memberi bantuan hukum.
Dalam persidangan kemarin (Selasa, 4 Oktober 2016), Nurlaila juga menyampaikan beberapa rekomendasi Komnas HAM kepada majelis hakim bahwa aksi masa 30 Oktober 2015 termasuk 23 buruh daslam aksinya telah dilindungi Undang – Undang HAM dan Undang Undang menyampaikan pendapat di muka umum; supaya majelis hakim menjamin perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak sesuai mandate Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM; menjamin proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang – Undang Nomor 39, Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Memastikan agar pengadu (23 buruh, Tigor, Obed dan Hasim) mendapatkan hak – hak yang adil sesuai dengan ketentuan Perundang – undangan yang ada. Terkhusus bagi Tigor dan Obed, selaku pendamping hukum, Komnas HAM merekomendasikan pada majelis hakim bahwa berdasarkan Pasal 11 UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Obed dan Tigor adalah Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara hukum pidana atas pemantauan terhadap aksi massa buruh yang dilakukannya.
Setelah memperdengarkan pendapat saksi ahli, Nurlaila, anggota komisioner Komnas HAM, majelis hakim menyampaikan sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 11 Oktober 2016, dengan agenda mendengarkan pendapat dua saksi ahli dari pihak terdakwa yang didampingi pengacara dari TABUR.