Posko Pembelaan Buruh Perempuan Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung mendapat sambutan baik dari berbagai pihak, terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA). Bentuk apresiasi tersebut tampil dalam beragam ekspresi, mulai dari inspeksi mendadak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise ke KBN Cakung, kunjungan ke Posko Pembelaan Buruh Perempuan, hingga menjadikan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN Cakung sebagai proyek percontohan.
Hal ini karena KPPA berencana menggandeng beragam pihak untuk mendirikan posko serupa dengan nama Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Kawasan Industri di 4 wilayah lainnya yaitu Cilegon, Batam, Karawang, dan Pasuruan.
Demi mematangkan konsep rumah perlindungan tersebut, KPPA menyusun acuan prosedur standar (Standard Operating Procedure atau SOP). Untuk menggali gagasan dan mendapat masukan dari berbagai pemangku kepentingan, maka KPPA mengadakan Focus Group Discussion (FGD). Di hadapan beragam lembaga, Nike Verawati dari Kalyanamitra sebagai pihak yang menyusun SOP menyampaikan, bahwa rancangan SOP yang ia buat menekankan pada adanya penanganan kasus pelecehan seksual di tempat kerja, atau di ruang lingkup kawasan industri.
Penanganan mulai dari pengaduan langsung ke rumah perlindungan maupun tidak misalnya melalui SMS, Whatsapp, atau telepon. Data pengaduan tersebut akan ditampung dalam sebuah formulir, yang kemudian dimasukkan sebagai basis data advokasi kebijakan.
Setelah pengaduan, terdapat proses identifikasi kasus berupa investigasi, wawancara maupun periksa dokumen. Pendampingan pun akan dilakukan. Nike mengutarakan ada beberapa proses seperti rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, bantuan, dan pendampingan hukum. Apabila relawan membutuhkan bantuan dalam penanganan, maka bisa dirujuk ke beberapa lembaga atau tenaga profesional, mulai dari tenaga medis, psikolog, hingga Serikat Pekerja maupun Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Menanggapi pemaparan Nike, relawan posko sekaligus Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih, menyampaikan masih keterlibatan dan pengawasan Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam menangani kasus pelecehan seksual di tempat kerja masih minim, dan bahkan isu kekerasan seksual tidak dianggap sebagai persoalan ketenagakerjaan. Hal ini aneh karena Kementerian Tenaga Kerja sendiri sudah menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 3 tahun 2011 tentang Pedoman Penyelesaian Pelecehan Seksual di Tempat Kerja yang menjadi acuan berjalannya program pemasangan plang KBN sebagai kawasan industri bebas dari kekerasan seksual, serta pembangunan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN Cakung.
Bagi Ozi, dari Forum Pengada Layanan (FPL), fokus dari Rumah Perlindungan Perempuan masih terlalu luas yaitu kekerasan, pelanggaran normatif, dan diskriminasi. Menurutnya, alangkah baik bila fokusnya dipersempit. Terkait ruang lingkup, Ozi sepakat supaya hanya terbatas di kawasan industri saja dengan tujuan mewujudkan kawasan industri yang bebas intoleransi dan bebas kekerasan seksual. Karenanya, lembaga yang didekati sebagai pemangku kepentingan adalah pengelola kawasan, manajemen perusahaan, masyarakat sipil (Serikat Pekerja, organisasi perempuan, LBH, dll), dan institusi pemerintah.
Ruang lingkup ini pula yang kemudian dipertanyakan oleh Vivi Widyawati selaku aktivis perempuan dari Perempuan Mahardhika, apakah juga mencakup rumah sebagai tempat kerja, mengingat banyak pula saat ini pekerja rumahan yang melakukan proses produksi.
Menjawab hal itu, Drs.Rafail Walangitan, Asisten Deputi Ketenagakerjaan KPPA menyampaikan bahwa Rumah Perlindungan imemang hanya melingkupi kawasan industri dan belum akan mencakup luar kawasan industri. Dengan pihak KBN Cakung pun, yang mana Posko Pembelaan Buruh Perempuan menjadi percontohan, Rafail mengungkapkan perjanjian kerjasama yang dibuat adalah dengan manajemen PT. KBN. Hal ini guna menjawab kekhawatiran Poppy mewakili manajemen PT. KBN terkait bentuk kerja sama apa yang memungkinkan dengan Serikat Pekerja sehingga kemudian memilih lebih baik kerja sama langsung dengan KPPA. Terlebih, di KBN Cakung banyak terdapat Serikat Pekerja, dan di tengah situasi PT. KBN yang sedang krisis karena berkurangnya investor yang di bisnis garmen.
Namun, menurut Ozi, kekuatan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN Cakung justru ada di relawan yang berasal dari masyarakat sipil, dalam hal ini Serikat Pekerja. Sehingga, peran masyarakat sipil ini jangan sampai hilang. Menanggapi itu, Rafael memastikan tidak akan ada penghapusan peran dari masyarakat sipil, dalam hal ini relawan posko yang mayoritas adalah bagian dari Serikat Pekerja dan organisasi masyarakat sipil.
Tentu, proses pembangunan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan adalah langkah positif yang mesti disambut dengan baik. Banyak dukungan dibutuhkan agar tindak kekerasan seksual di tempat kerja bisa berkurang. Hari itu, Kamis, 4 April 2019, di Hotel Oria,Jakarta, terbentang harapan bagi para korban dan penyintas kekerasan seksual di tempat kerja.