Di tengah bencana nasional COVID-19 saat ini, jutaan buruh industri padat karya di Indonesia masih harus menjalankan aktivitas pekerjaan seperti biasa. Kerja berdempetan dalam satu ruangan untuk waktu yang lama tanpa disediakan masker dan sanitizer, tak leluasa mengeluhkan sakit karena terancam kehilangan kerja, dan sebagainya menyebabkan buruh industri padat karya rentan terinfeksi dan terancam nyawanya. Situasi dan cara kerja tidak aman ini jelas bertentangan dengan anjuran pemerintah Indonesia sendiri. Di sisi lain, menjelang bulan puasa dan lebaran, semua buruh juga diliputi rasa tidak aman karena ketidakpastian kerja dan ketiadaan jaminan upah untuk menghidupi keluarga. Ditambah lagi masih terus bergulirnya pembahasan RUU Cipta Kerja yang mengancam hak buruh untuk waktu yang lebih panjang ke depan.
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Anggota Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), merasa sangat khawatir dengan nasib buruh garmen dan buruh padat karya lainnya yang kini menjadi sangat rentan terancam nyawanya tanpa perlindungan hak. Hal ini akibat kegagapan pemerintah menghadapi virus corona, selain karena lemahnya visi pemerintah dalam melindungi hak rakyat, termasuk diantaranya buruh perempuan yang banyak terserap di sektor industri padat karya.
Belakangan, Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/3/HK.4/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19. Dalam surat edaran tersebut, tampak Kementerian Ketenagakerjaan masih menempatkan kepentingan pengusaha di atas keselamatan dan keberlangsungan hidup tenaga kerja, dengan menyerahkan penetapan upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan buruh ketika terjadi pembatasan usaha atau penghentian usaha sementara karena proses penanganan wabah COVID-19. Artinya, perusahaan diperbolehkan membayarkan upah buruh di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi) ataupun UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) di tengah wabah COVID-19 yang membuat pengeluaran buruh semakin besar. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tampak tidak berpihak kepada buruh dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, serta tidak cukup menyediakan jaminan keamanan dan keselamatan bagi buruh/pekerja, terutama di industri padat karya yang selama ini menjadi bagian penopang perekonomian nasional.
Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah beserta jajarannya untuk:
- Membuat kebijakan perlindungan upah buruh/pekerja industri padat karya di tengah situasi darurat corona saat ini. Kebijakan yang dibuat haruslah memiliki kekuatan hukum, bukan surat edaran yang tidak lain hanya merupakan himbauan. Hal ini ditujukan agar buruh bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga di tengah naiknya kebutuhan akibat bencana corona, juga menjelang bulan puasa dan lebaran. Kebijakan perlindungan upah juga harus diberlakukan ketika buruh dirumahkan/diistirahatkan, atau ketika harus membawa pekerjaan ke rumah.
- Menolak setiap upaya PHK yang tidak sesuai ketentuan, walaupun dengan dalih bencana corona. Jangan sampai, di tengah situasi darurat kesehatan karena corona, buruh menjadi kehilangan haknya sebagai peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
- Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan K3 serta optimalisasi pencegahan dan penanganan bencana nasional COVID-19 di setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia, terutama di sektor industri padat karya, termasuk menyediakan fasilitas pencegahan (masker, sanitizer dll).
- Menarik kembali usulan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang telah diajukan kepada DPR agar perlawanan buruh dan rakyat menentang omnibus law yang diekspresikan melalui pertemuan fisik tidak meluas di tengah darurat corona.
Jakarta, 18 Maret 2020
Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP)
Jumisih (Ketua Umum)
Dian Septi Trisnanti (Sekretaris Jenderal)