Beberapa waktu lalu, bertepatan dengan Hari Perempuan Sedunia 2024, linimasa media sosial dipenuhi kabar seorang perempuan buruh di Surabaya yang dipidanakan oleh pengusaha. Nama perempuan itu adalah Dwi Kurniawati (42), akrab disapa Dwi. Dwi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Genteng, Surabaya pada 5 Maret 2024, berdasarkan laporan pihak PT. Mentari Nawa Satria atas nama Eko Purnomo, SE tertanggal 10 Juni 2023. Ia dituduh membuat surat palsu, merujuk pada surat referensi kerja dari tempat kerja Dwi sebelumnya, yaitu Koperasi Karyawan Sejahtera RS. William Booth Surabaya. Kabar penahanan Dwi itu pun viral dan menimbulkan gelombang protes, termasuk dari gerakan buruh di Surabaya yang menggelar aksi massa.
Awal Mula Dwi Dipidana
Berurusan dengan perusahaan nakal, bukan kali pertama bagi Dwi. Sebelum berurusan dengan PT. Mentari Nawa Satria atau dikenal Kowloon Palace, Surabaya, Dwi sudah pernah mengadukan perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya terkait pelanggaran upah di bawah UMK (Upah Minimum Kota) ke dinas ketenagakerjaan terkait. Bedanya, pihak perusahaan di tempat Dwi bekerja waktu itu, tidak sekeras kepala PT. Mentari Nawa Satria yang justru menolak membayarkan upah Dwi yang ditahan selama 3 bulan, pun menolak membayar Dwi sesuai UMP. Perlu diketahui, UMP 2023 adalah sebesar Rp 4.525.479,19 , sementara Dwi hanya menerima sekitar Rp 3 juta.
Dwi adalah buruh perempuan yang bekerja di PT. Mentari Nawa Satria bagian staff accounting dengan status kontrak selama enam bulan. Daftar pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan cukup banyak, mulai dari tidak dibayarkannya upah selama tiga bulan, upah di bawah ketentuan UMP Surabaya, ditahannya akte kelahiran, dan tidak didaftarkannya buruh ke BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Dwi, pihak perusahaan telah melakukan penipuan, karena di awal bekerja, pihak perusahaan menjanjikan untuk mengupah sesuai UMK Surabaya, setelah tiga bulan masa kerja percobaan. Padahal, berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan 2003 pasal 60 ayat (1), masa tiga bulan kerja tidak berlaku untuk sistem kerja kontrak. Tiga bulan pertama, ia menerima upah di bawah UMK, namun tiga bulan berikutnya ia sama sekali tidak pernah menerima upah. Karena geram, ia akhirnya melaporkan perusahaan yang melanggar haknya ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur pada bulan April 2023. Setelah laporan tersebut, Dwi mengalami intimidasi di tempat kerja
“Insiden yang sangat membuat saya trauma adalah saat saya terakhir masuk kerja pada tanggal sebelas Mei 2023, padahal kontrak saya seingat saya, baru selesai tanggal dua puluh delapan Mei, tapi tanggal sebelas kemarin saya terakhir masuk di sana. Jadi, sejak tanggal tujuh sampai delapan Mei, saya sudah disuruh serah terima sama teman di sana. Tapi, tanggal sembilan Mei, murni saya nggak dikasih tugas di sana, jadi saya cuma duduk, cuma gitu aja. Lalu, saya sakit pada tanggal sepuluh Mei namun tetap masuk kerja,” tutur Dwi kepada Marsinah.id
Dengan berbagai intimidasi tersebut, akhirnya secara resmi Dwi berhenti masuk kerja pada 11 Mei 2023, meski kontraknya baru berakhir pada 28 Mei 2023. Namun, pantang surut melangkah, laporan yang ia ajukan ke Disnaker Provinsi Jawa Timur terus berproses. Dalam proses mediasi di Disanker Provinsi inilah, pihak perusahaan diminta membayar sisa upah beserta uang THR (Tunjangan Hari Raya) sekitar RP 17 juta, namun pihak perusahaan menyatakan hanya sanggup mengembalikan upah Dwi sebesar Rp 8 juta.
Tak disangka, di bulan Juni, tepatnya tanggal 10, pihak perusahaan atas nama Eko Purnomo SE melaporkan Dwi atas pembuatan surat palsu ke Polsek Genteng, Surabaya. Berbekal pelaporan tersebut, pihak perusahaan meminta Dwi mencabut laporannya di Disnaker Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan situasi tersebutlah, pihak Disnaker Provinsi Jawa Timur menyarankan Dwi supaya mengambil jalur damai, dengan catatan kedua belah pihak mencabut laporan. Merespon surat dari Disnaker Provinsi Jawa Timur, pihak perusahaan meminta Dwi agar mencabut laporan terlebih dahulu, namun Dwi menolak. Dwi meminta supaya kedua belah pihak mencabut laporan secara bersamaan.
“Mereka kan kemampuannya katanya cuma ngembalikan delapan juta gaji saya oke, tapi kan saling cabut, tapi dari pihak mereka enggak ada yang mau untuk mencabut, jadi seakan-akan mereka enggak mau untuk cara damai, karena mereka belum ya, sampai akhir, ya saya tetap melanjutkan untuk Disnaker. Disnaker provinsi pun terlihat berpihak ke perusahaan, akhirnya saya kurang puas dengan Disnaker provinsi dan melanjutkan ke Disnaker Kota Surabaya”, tutur Dwi.
Bagi Dwi, menerima kesepakatan pengembalian upah sekitar Rp 8 juta sudah merupakan langkah kompromi yang terlampau besar. Pasalnya, pihak perusahaan seharusnya mengembalikan sekitar Rp 11 juta. Sayangnya, pihak perusahaan bersikukuh, sementara menurut Dwi, Disnaker Provinsi Jawa Timur cenderung memihak perusahaan. Karena itulah, Dwi memutuskan melapor ke Disnaker Kota Surabaya.
Berproses di Disnaker Kota Surabaya, Dwi seolah kembali mengulang proses hukum dari awal. Tapi, bagi Dwi setidaknya, ia memperoleh peluang lain dalam memperjuangkan hak. Menurutnya, hak buruh tak boleh ditawar agar perusahaan tidak semena – mena. Terlebih, banyak buruh di Surabaya memillih diam kala diperlakukan tidak adil. Kepada Marsinah.id, Dwi menuturkan ‘Selama ini kan tidak ada satu buruh pun yang berani di situ, walaupun dia enggak digaji, walaupun gajinya ditahan, walaupun dia diperlakukan seperti apapun, tidak pernah ada suara keluar. Nah mungkin dengan adanya pelaporan ini bisa menjadi perhatian Disnaker dan bisa menjadi perhatian negara bahwa Kowloon Palace ini memang untuk memperlakukan karyawan yang harusnya adalah partner, tapi diperlakukan seperti budak.”
Berbekal keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar, tidak sekalipun Dwi menuruti kemauan pihak perusahaan untuk mencabut gugatan. Ia bersikeras bahwa kalaupun melalui jalur damai, harus tanpa syarat. Hingga, tibalah hari itu, saat penyidik kepolisian Polsek Genteng, Surabaya, pada 5 Maret 2024 mendatangi dan menggeledah rumah Dwi. Tak sejengkal pun ia menghalangi kepolisian menggeledah rumahnya, sampai kemudian di hari itu, ia ditahan di lapas Porong dan baru dibebaskan pada 28 Maret 2024. Sejak itulah, Dwi menjadi tahanan kota. Namun demikian, Dwi mengaku, ia tidak terkejut dengan resiko yang diterimanya.
“Saya tahu apa risiko yang harus saya hadapi itu. Sebelum saya melakukan pelaporan dan lain lain sudah terpikir, jadi saya terbiasa memikirkan segala resikonya sebelum melakukan apa pun”
Kini, Dwi sudah terbebas dari status tahanan kota, sembari terus berproses di meja hijau. Berkat dukungan dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum Surabaya), berbagai Serikat Pekerja di Surabaya, dan keluarga, Dwi terus mempunyai kekuatan melawan kezaliman perusahaan. Menurut Dwi, selama persidangan beberapa kali pihak perusahaan meminta saksi yang diajukan diperbolehkan hadir secara daring. Namun, Dwi mengajukan keberatan. Pasalnya, hukum peradilan di Indonesia menurutnya dipenuhi kecurangan dan menghadirkan saksi secara daring bisa menjadi celah timbulnya kecurangan. Akhirnya, para saksi diharuskan hadir secara tatap muka di persidangan.
Dwi sendiri merasa bersyukur karena kedua anak, suami, dan ibu kandungnya selalu mendukung setiap langkah yang diambilnya. Terlebih, ia sama sekali tidak melakukan kesalahan. Dwi hanya memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi haknya. Saat tulisan ini disusun, Dwi sudah bersidang selama tiga bulan, dan pada Senin, 23 Juni 2024, telah memasuki sidang kesaksian dimana terdapat 4 saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum. Berdasarkan keterangan pendamping hukum dari LBH Surabaya, Roni, keempat saksi justru menuturkan fakta yang berbeda dari keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP), termasuk keterangan para saksi yang saling bertolak belakang. Hal ini cukup membuktikan bahwa ada niat kuat dari PT. Mentari Nawa Satria untuk mengkriminalkan Dwi Kurniawati.
Menelusuri Jejak PT. Mentari Nawa Satria atau Kowloon Palace, Surabaya
PT. Mentari Nawa Satria atau Kowlon Palace Surabaya yang dipimpin oleh Leo Wang In sebagai CEO, bergerak di bidang FnB selama 20 tahun dan berkantor di Plaza Surabaya lt. 5, Jl. Pemuda 31-37, Surabaya, Jawa Timur, 60271, Indonesia. PT. Mentari Nawa Satria atau Kowlon Palace menyediakan jasa kehidupan malam dan restoran di satu tempat. Jasa kehidupan malam seperti berbagai event konser dan pertunjukan lain di main hall yang buka dari jam 22:00 – 04:00 WIB di hari kerja dan 22:00 – 05:00 WIB di akhir pekan. Sementara, fasilitas bar buka dari jam 19:00 – 03:00 WIB di hari kerja dan 19:00 – 04:00 WIB di akhir pekan. Selain itu, tersedia beragam restoran di kawasan Kowloon Palace sebagai pelengkap hiburan. Bagi warga Surabaya, Kowloon Palace terkenal di kalangan anak muda untuk sekedar menikmati malam.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh secara daring, PT Mentari Nawa Satria didirikan pada tanggal 4 Mei 1993. Saat ini PT Mentari Nawa Satria memiliki 20 karyawan (2018). Sementara, pada tahun 2022, perusahaan melaporkan peningkatan pendapatan penjualan bersih sebesar 12,95%. Total asetnya juga mencatat pertumbuhan sebesar 13,31%. Tentu saja, berdasarkan informasi ini, sudah seharusnya pihak perusahaan cukup mampu menggaji buruhnya sesuai UMK Surabaya dan bukannya menahan gaji Dwi selaku buruhnya selama tiga bulan. Pun, bila mengalami kerugian, pihak pemberi kerja tidak diperkenankan mangkir begitu saja dari kewajibannya membayar upah.
Menurut Pasal 81 angka 63 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pengusaha yang melanggar kewajibannya dengan tidak membayar upah pekerja dikenakan sanksi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta. Sayangnya, hukum ketenagakerjaan Indonesia sudah terlampau lama tak bertaji, sehingga seringkali dinormalisasi. Dwi Kurniawati yang semestinya bisa memperoleh hak justru dipaksa bertarung dengan pengusaha yang punya kuasa dan uang. Di sisi lain, Dwi hanya punya keberanian, tekad dan solidaritas dari gerakan buruh.
Bebas Dari Tahanan Kota, Melanjutkan Perjuangan di Meja Hijau
“Saya akhirnya bebas dari tahanan kota pada 10 Juni 2024 lalu karena masa tahanannya sudah habis”, ucap Dwi saat dihubungi oleh Marsinah.id via zoom pada 17 Juni 2024. Dwi mengaku tidak kaget ketika pengusaha mempidananya saat sedang memproses pelanggaran yang ia alami, sebab Dwi sudah mengenal dengan baik karakter pengusaha Kowloon Palace yang menurutnya keras kepala dan memang sanggup tega mempidananya. Meski demikian, ia mengaku bahwa kedua anaknya, terutama anak sulung (18) sempat down melihat ibunya ditahan paksa oleh Kejaksaan Negeri Genteng, Surabaya. Dalam kurun waktu 23 hari, Dwi terpaksa meringkuk di Lapas Porong dan terpisah dari keluarganya.
Selama itu pula, ia tidak boleh bertemu dan berkomunikasi dengan keluarganya. Namun, saat Dwi ditahan, ia sempat berkata pada anak – anaknya bahwa tidak semua orang yang dipenjara itu bersalah. Ada kalanya hukum justru memenjarakan rakyat kecil, sementara yang berkuasa dan punya uang bisa bebas dari jerat hukum. Hal terpenting dari semua peristiwa ini adalah tetap berpegang pada kebenaran. Bila benar, tak perlu takut apa pun dan anak-anaknya pun yakin bahwa Dwi sama sekali tidak bersalah.
“Dari kasusnya ini kan jadi pembelajaran buat kita, bahwa kejujuran itu sekalipun dibikin apa pun, tetap harus ditegakkan kejujurannya… ya itu sih support anak-anak saya”, ujar Dwi singkat.
Barangkali, kegigihan Dwi membuat pengusaha PT. Mentari Nawa Satria semakin jengkel dan terpukul harga dirinya. Mereka mungkin tidak pernah menyangka seorang buruh perempuan yang dianggap tak berdaya dan lemah, ternyata sanggup menantang kekuasaannya dan menuntut hak, sebuah keberanian yang tak terbeli oleh uang. Memang, keangkuhan dan arogansi kekuasaan harus dijawab dengan keberanian dan keteguhan yang lebih keras kepala dari penindasnya.