Aku seorang buruh pabrik plastik sekaligus ibu rumah tangga. Usia pernikahanku sudah berjalan kurang lebih 8 tahun. Tetapi aku merasa baru hidup setahun belakangan ini. “Hidup dan sangat hidup “
Aku menikah dengan rekan kerjaku di satu pabrik. Aku sangat mengenal dekat dengan lelaki tersebut, dia ramah, sopan, menghargai hak perempuan dan yang menjadi nilai lebih adalah calon suamiku itu pengurus inti di sebuah serikat pekerja.
Aku mengontrak di sebuah rumah dan dalam satu rumah itu tinggal juga orang tua suamiku. Setiap bulan aku makan dari gajiku. Bahkan terkadang, uang hasil kerjaku kuberikan separuhnya kepada suamiku untuk ditabung dan aku tidak pernah diberi uang bulanan oleh suamiku dan akupun tidak pernah memintanya, karena aku memahami kondisi perekonomian keluarganya. Setahun pertama, masa pernikahan, kehidupanku penuh tawa dan sangat bahagia, sampai aku melahirkan anak perempuan dengan cara sesar. Mulai masa kelahiran inilah perjuangan hidup untuk menjadi perempuan kuat dimulai.
Pada saat aku melahirkan, suamiku tidak mendampingiku. Bahkan, dia tidak datang ke Rumah Sakit, dengan alasan mual bila melihat darah
Aku sudah mulai membereskan pekerjaan rumah, mulai dari mencuci,mengepel, masak , ketika aku baru 3 hari setelah melahirkan dengan kondisi jahitan di perut masih basah.
-Ketika anakku menginjak usia 6 bulan, aku mengajak suamiku untuk pindah rumah mencari tempat kontrakan baru, karena aku merasa tidak enak terhadap kedua mertuaku yang selalu terbangun saat malam hari. Kudengar mereka berbicara dalam bahasa daerah dengan suami ku, setiap kali mereka terbangun. Ajakanku untuk pindah selalu ditolak suamiku.
Suatu saat, saat usia anakku 9 bulan yang sedang aktif – aktifnya bergerak, tiba – tiba jatuh dan menangis. Aku kaget. Suamiku berteriak kearahku “ Anjing! ga bisa ngasuh anak lo” sambil menempeleng kepalaku dan akupun menangis. Mertuaku ikut memarahiku.Hampir setiap malam, ketika anak menangis ,aku pasti kana pukul, dicubit paha ku, ditendang perutku dan dia selalu mengancam apabila aku bilang kepada keluargaku, maka dia akan membuat hidup aku susah. Pernah juga aku diseret ke kamar mandi sambil ditarik rambutku karena aku lupa membuang pempers anakku dikamar mandi. Kekerasan demi kekerasaan aku alami, baik mau berangkat kerja, pulang kerja dan saat akan beranjak tidur. Sampai- sampai, anakku saat usia 5 tahun, sangat takut sekali melihat bapaknya sendiri yang suka memukuliku
Aku salah satu anggota buruh perempuan yang baru aktif di organisasi serikat pekerja 3 tahun yang lalu. Suamiku sering mengisi materi pendidikan di basisku, pendidikan yang disampaikan olehnya terasa hambar, karena kontras antara apa yang disampaikannya dengan apa yang dilakukannya. Aku adalah tipe orang yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Oleh karna itu, aku belajar ke federasi. Di saat itulah, aku bertemu dengan pengurus serikat di sebuah basis yang sedang mengisi diskusi tentang “Anti Patriarki “.
Kalimat itu masih asing di telingaku, tapi apa yang disampaikan oleh kawan itu sangat mengena di ingatanku, karena hampir sama dengan cerita hidupku. Nah, sedikit demi sedikit aku jadi paham, bahwa serikat buruh mengajarkan melawan patriarki dan menjunjung tinggi hakekat kemanusiaan. Lalu, kawanku itu bercerita tentang perempuan hebat yang melawan penindasan asal jerman “ ROSA LUXEMBURG “
Sungguh, aku kagum dengan perlawanan Rose Luxemburg. Dengan menulis, dia bisa mengaspirasikan apa yang dia rasakan. Sampai- sampai, aku terus memburu berita atau tulisan tentang karya beliau. Sehingga aku terinspirasi membuat tulisan dan mulai sejak itu, aku belajar menulis tentang perempuan. Aku semakin tertarik dengan kawan diskusiku itu dan aku mulai berani menceritakan kisah hidupku kepadanya. Aku merasa semakin nyaman ketika diskusi dengannya, dia pun membantu membimbing aku ketika membuat slebaran untuk buruh perempuan. Suatu hari dia mengatakan kepadaku “ Hidup ini arena belajar. Jika salah, hal yang wajar dan yang tidak wajar adalah mendiamkan patriarki”. Aku selalu mengulang kata-kata itu dalam hatiku, sehingga tumbuh keberanian untuk menentang yang dilakukan suamiku selama ini. Aku mulai mengatur strategi untuk menentang apa yang dilakukan oleh suamiku serta orang tua suamiku kepadaku. Ternyata, kedekatanku dengan teman diskusiku diketahui oleh suamiku. Ternyata, dia sangat cemburu, bahkan rambut panjangku dipotong separuh, sehingga tampak botak sebelah. Dan, pada hari itu juga, aku bulatkan tekadku untuk kabur dari rumah. Pada tanggal 20 Oktober 2015, aku pindah kontrakan sendiri, sedangkan anakku yang pada saat itu berusia 6 tahun, kutitipkan pada adik kandungku.
Aku merasa hidup lebih tenang, ketika kos sendiri. Lebih bebas bisa diskusi dengan teman diskusiku yang aku ceritakan diatas. Walaupun hanya via telpon, sambil membuat tulisan tentang penindasan buruh perempuan. Ternyata kenyamanan yang aku dapatkan berdampak. Sampai suatu hari aku memberanikan diri untuk bertemu dan menyatakan rasaku pada dia, bahwa aku sayang sama dia, walaupun aku sadar diri siapa aku. Dan dia menjawab “Mau jadi aktivis, kok baperan (bawa perasaan) “. Disisi lain, ternyata suamiku membuat isu di pabrik, bahwa aku selingkuh dengan teman diskusiku, Sampai-sampai dia mengadukanku ke pengurus federasi. Sungguh sangat memalukan apa yang dilakukan oleh suamiku. Aku tidak sampai hati kepada kawan ku itu, aku mencoba menanyakan tanggapan tentang isu itu kepadanya, tetapi dengan santai dia katakan “Kebenaran ga akan mati “. Aku semakin kuat dan aku semakin yakin untuk mengajukan cerai . Ketika aku semakin berani melawan melalui tulisan “ Penderitaan Kaum Buruh Perempuan”, ternyata tulisan itu menyentuh dan menyadarkan hati suamiku. Dia meminta maaf kepada aku, anakku, dan keluarga ku, Dia menceritakan semua kepada orang tua ku tentang kejadian yang dia lakukan selama ini, yang dia lakukan kepadaku.. Tetapi dia tidak meminta maaf kepada kawan ku yang telah menyadarkanku arti sebuah perjuangan.
Dan sekarang, kami tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bahagia dan setiap hari melakukan diskusi bersama. Aku dan suamiku sekarang sangat aktif di organisasi buruh. Dan aku sekarang menjadi bagian pengurus inti buruh perempuan. Bahkan, ketika setiap kali aksi, aku slalu membawa anakku untuk mengenalkan kepadanya tentang kejamnya Kapitalisme.
“ SALAM HORMATKU KEPADA PEREMPUAN YANG BERJUANG “
21 November 2017
YNR