Hal yang kongkret terjadi terhadap buruh di KBN saat ini adalah sistem kerja paksa. Apakah sistem kerja Paksa itu yaitu sistem kerja yang bertentangan dengan Hukum dan Perundang-undangan ketenagakerjaan dan bertentangan dengan Hak Asasi manusia.
Praktek nyata kerja Paksa terhadap buruh Perempuan dalah :
- Buruh Perempuan (mayoritas) di kondisikan untuk masuk dalam sektor Padat Karya, yang terkondisikan untuk lemah skill dan Kapasitas. Hal ini terjadi bukan hanya karena lapangan kerja yang sempit tetapi sistem pendidikan yang sangat mahal dan di kuatkan dengan budaya patriarkhi sehingga kaum laki-laki yang masih di utamakan untuk mengenyam dunia pendidikan.
- Begitu masuk dalam sektor padat karya, misalnya menjadi buruh garment maka kemudian menjadi korban kerja paksa dalam bentuk kerja Target yang setiap menit setiap detik terus berproduksi menggenjot mesin demi mengejar ekspor.
- Selain itu bentuk kerja Paksa yang lain adalah “Lembur Paksa Tanpa bayar” kalau di KBN Cakung kawan-kawan mengistilahkan “SKOR” yaitu kerja melebihi batas 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja seminggu tetapi tidak di hitung sebagai lembur. Artinya kerja bakti atau sukarela. Buruh Perempuan terintimidasi sedemikian mengerikan, sedemikian ketakutan kehilangan pekerjaan, ketakutan tidak bisa memberikan nafkah untuk anak dan keluarganya, sehingga kerja apa sajapun di relakan demi sesuap nasi. Situasi ini sangat parah dialami buruh Perempuan, karena rata-rata menghabiskan waktu 2 jam perhari
- Penangguhan upah, Yaitu membayarkan upah buruh di bawah ketentuan Peraturan Gubernur, di Jakarta yang paling menerima dampak dari Penangguhan upah adalah buruh perempuan industri padat karya (garment). Modus yang di gunakan Pengusaha untuk memberlakukan Penangguhan upah di Perusahaan adalah dengan membuat laporan-Laporan palsu yang menunjukkan perusahaan merugi supaya di kabulkan permohonan Penangguhan Upah. 2 tahun terakhir, Pengusaha KBN Cakung yang paling kongkret menjalankan ini, dan dilakukan dengan cara berkelompok di motori oleh HRD CLUB.
- Rantai kekerasan Verbal yang terjadi di pabrik, Kenapa di sebut Rantai, karena kekerasan ini di mulai dan di intruksikan lewat struktur pabrik paling atas (Pemilik modal), HRD, Personalia, Kepala bagian, Chief, Superviser, Pengawas, Administrasi, sampai ke buruh yang berproduksi di lapangan.
Contoh-contoh tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 dan bertentangan juga dengan Dasar-dasar Hak Asasi Manusia.
Selain Pekerja pabrik atau industri, buruh Perempuan sebagai dirinya adalah perempuan, ia juga mengalami kerja paksa korban budaya patriarkhi. Yaitu budaya menomorduakan perempuan. Perempuan dianggap sebagai Pelengkap laki-laki, dikondisikan (di tradisikan) untuk menerima berbagai macam aturan/norma tidak tertulis dalam masyarakat kita. Apa saja contohnya :
- Perempuan adalah Pekerja Domestik tanpa upah.
Karena Budaya patriarkhi yang kental di masyarakat kita, maka Perempuan selain dia bekerja di Pabrik dia juga pekerja domestik tanpa upah. Memulai bangun tidur dengan sederet pekerjaan domestik memasak mencuci menggosok menyapu mengepel lantai merawat anak sampai melayani suami. Pekerjaan ini terus menerus bertahun-tahun dilakukan oleh Perempuan dan dianggap sangat biasa hanya karena jenis kelaminnya adalah Perempuan. Apa yang salah dengan jenis kelamin? Tidak ada. Kenapa hampir tidak ada ruang demokrasi bagi Perempuan untuk menentukan pilihannya sendiri? Kenapa tidak ada yang memperhitungan berapa kalori
pekerjaan domestik itu dilakukan dan seberapa layak di hargai dengan nominal rupiah? Di negara-negara lain misalnya Venezuela Pekerjaan rumah tangga dinyatakan sebagai pekerjaan di upah. Mustinya Indonesia bisa berkaca dalam hal itu, supaya perempuan meningkat martabatnya sebagai manusia yang setara dengan laki-laki.
Artinya PEKERJAAN RUMAH TANGGA belum di nyatakan sebagai KERJA
- Perempuan adalah pekerja yang mempersiapkan pekerja siap pakai.
Perempuan (Ibu) dalam masyarakat kita adalah Pekerja yang mencetak dan mempersiapakan tenaga siap pakai, dari merawat bayi, membesarkannya dengan kasih sayang sampai tumbuh menjadi manusia dewasa yang siap masuk dalam dunia kerja.
Bukan Cuma itu, Perempuan (Istri) pun memperlakukan laki-laki (suami) seperti itu, melayani semua keperluan suami, sehingga yang terdogma adalah “Pekerjaan suami HANYA mencari uang”, karena menyiapkan bajunya, menyiapkan makannya adalah pekerjaan perempuan. Bayangkan, Perempuan sebagai Ibu dan sebagai istri melakukan pekerjaan itu bertahun-tahun tanpa ada yang peduli, siapa yang mengupahnya, dan siapa yang memperhatikan istirahatnya, kesehatannya, pengetahuannya dan kemajuannya.
- Dalam struktur masyarakat Perempuan adalah Manager pendidikan anak, manager keuangan, manajer Pengolahan Gizi keluarga, Manager kebersihan keluarga.
Dari situasi ini, maka kita perlu melakukan upaya dorongan ke berbagai pihak supaya pekerjaan rumah tangga bukan hanya menjadi pekerjaan perempuan, tapi juga menjadi pekerjaan laki-laki, dan dinyatakan serta dihargai sebagai pekerjaan.
ditulis oleh Jumisih, Ketua Umum FBLP