Search
Close this search box.

Karena Setiap Manusia Itu Berharga

Minggu, 25 Maret 2018, Pelangi Mahardhika bersama FBLP dan Perempuan Mahardhika menyelenggarakan kunjungan ke Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) di Jln. Tebet Timur Dalam VI E No.3. Kunjungan ini selain bersilaturahmi supaya saling mengenal lebih dekat, juga bermaksud mendiskusikan keberagaman seksualitas, sampai perkembangan terbaru soal ancaman RKUHP.

LBHM adalah lembaga bantuan hukum yang mempunyai konsentrasi pembelaan kepada masyarakat rentan dan minoritas dimana negara tidak hadir sebagai pihak yang mestinya membela yang lemah.

LBHM juga terlibat aktif dalam advokasi kebijakan dan advokasi kasus. Salah satu pengacara publik LBHM, Naila, menyampaikan bahwa, “Hukum jangan dilihat semata-mata hukum saja, tapi hukum juga mesti dipandang dari sisi keberagaman gender, sosial, ekonomi dan budaya.”

Dalam advokasi kebijakan, LBHM secara berkala memantau berbagai kebijakan pemerintah yang ada, seperti tentang HIV, Lesbian Gay Bisexual Transgender, dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

LBHM juga melakukan penelitian. Sebab, advokasi perlu mempunyai data. Contohnya, ada banyak sekali Lesbian Bisexual Transgender yang dilanggar haknya. Namun, penelitian mesti memastikan data-data pelanggaran apa saja, dimana, dan kapan pelangaran terjadi.

Kacaunya Pasal-pasal Rancangan Pidana 

LBH Masyarakat menilai RKUHP itu ngaco dalam hal delik kesusilaan karena didorong oleh faktor politik. Ketika faktor politik transaksional yang bicara, biasanya yang dirugikan adalah kelompok minoritas. Untuk itu, kita musti berpartisipasi dan saling bantu untuk memperbaiki bentuk negara kita. 

KUHP yang ada sebenarnya mengatur tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, misalnya tentang pembunuhan, penggelapan, pencurian, dan lain-lain yang memiliki ancaman pidana, bisa penjara atau denda.

Kemudian saat ini sedang digodok RKUHP di era Jokowi karena KUHP yang ada dianggap sebagai peninggalan Belanda. Bahasa KUHP sekarang masih bahasa Belanda. Artinya, Indonesia belum punya KUHP yang resmi bahkan dalam terjemahan ke bahasa Indonesia. Yang ada saat ini adalah terjemahan para pakar, dengan beberapa versi terjemahan. Pemerintah ingin memperbarui KUHP, agar punya yang versi Indonesia.

Di KUHP yang ada saat ini, pidana zina bertujuan untuk melindungi perkawinan dari kejahatan perkawinan oleh karena itu yang dipidana adalah laki-laki atau perempuan yang terikat perkawinan, berhubungan seksual dengan orang lain yang bukan pasangannya (perselingkuhan). Sementara dalam RKUHP ketentuan ini diperluas menjadi siapa saja yang berhubungan seksual di luar ikatan perkawinan yang diakui oleh negara akan dipidana.

Dalam masyarakat adat tertentu, ada juga hubungan seksual tanpa perkawinan yang diakui negara tapi diketahui dan disaksikan oleh masyarakat tertentu. Dalam adat tersebuut, hubungan itu bukan berzina.

Pasal zinah baru ini menerobos ranah privat atau urusan pribadi yang sifatnya rahasia. Sebab, pasal zina di RKUHP bisa memberi hak orang lain, bahkan masyarakat, untuk campur tangan urusan privat.

Pasal lain adalah tentang ” tinggal bersama” layaknya suami istri. Apakah tinggal bersama karena pilihan yang sadar layak dipidana? Padahal tinggal bersama juga memiliki pertimbangan lain, misalnya demi menghemat ekonomi.

Intinya RKUHP bermasalah apalagi kepada perempuan, karena ada perluasan pasal zina, bagaimana dengan korban kekerasan? Mereka sulit membuktikan, visum, kadang juga tidak cukup, karena alasan pelaku suka sama suka, atau karena kejadian adalah di rumah pelaku misalnya.

Tentang aborsi – sejauh ini di Indonesia diperbolehkan dengan alasan misalnya kandungan lemah dan kalau korban perkosaan, karena penderitaan korban perkosaan yang panjang sekali.
Jadi Perempuan korban perkosaan diberi pilihan bahwa aborsi itu hak, boleh dipilih boleh tidak.
Meskipun dalam konteks HAM aborsi masih menjadi perdebatan.

Namun di RKUHP, korban perkosaan wajib meneruskan kehamilannya, padahal yang bisa merasa dia sanggup lanjutkan kehamilan adalah Si perempuan itu sendiri, jadi di RKUHP Perempuan dibuat tidak punya pilihan. Sementara laki-laki pelaku pemerkosa ga kena jerat hukum apa-apa.

Di KUHP sendiri memang sulit pembuktian soal perkosaan, karena korban belum tentu langsung berani bicara soal kejadian yang dialami, karena trauma, bisa jadi dia baru berani bilang 1 bulan atau 1 tahun ke depan, ini sulit membuktikannya.

Hal lain adalah setiap orang yang melakukan pencabulan sesama jenis itu diancam dipidana. Di beberapa negara, bahkan Taiwan, bahkan pernikahan sesama jenis sudah bisa disahkan negara. Pada 1990, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia, salah satu badan Perserikatan Bangsa-bangsa, sudah menghapus hubungan sesama jenis dari daftar penyakit. 

Terakhir, RKUHP masih mencantumkan hukuman mati. Padahal, banyak negara-negara maju justru tidak percaya dengan hukuman mati, tapi percaya pada pemulihan. bahwa manusia bisa berubah baik, manusia punya kesempatan untuk terus memperbaiki diri dengan upaya-upaya yang positif. Di Belanda banyak penjara tutup, karena pelaku kejahatan terus diupayakan ada pemulihan. Sementara di AS penjara masih banyak, hukuman penjara bisa sampai 70 tahun, 100 tahun, tapi kejahatan tidak menurun.

Selain soal pasal-pasal yang aneh, LBH Masyarakat menekankan persoalan besar saat ini ada pada masyarakat yang butuh kepastian hukum, karena hukum kita saat ini masih tajam ke bawah, tumpul ke atas. Padahal bentuk penghormatan pada hukum bisa dilakukan. Hukum adalah untuk membela kaum yang lemah. Karena setiap manusia itu berharga.

Bantuan Hukum untuk Semua 

Selama ini, LBH masyarakat banyak dikenal publik atas advokasinya pada kasus Narkoba. Naila menyampaikan, perempuan sering kali dimanfaatkan untuk memuluskan transaksi narkoba dengan berbagai cara entah dipacari atau dibuat tergantung dengan pelaku.

Namun, advokasi kasus tidak mengkotak-kotakan manusia. Salah satu pengacara publik LBHM, menjelaskan bahwa “Pada prinsipnyan kasus yang ditangani LBHM tidak melihat gender, agama, suku dan orientasi seksual. Karena problematikanya adalah peran negara yang absen dan akomodatif kepada kelompok populis. Itu yang membuat ketidakadilan. Pemerintah mesti di tekan, karena ada tirani mayoritas, padahal secara ketentuan, semua mendapat hak yang sama.”

Selain itu LBHM juga melakukan pemberdayaan hukum secara beragam dengan melakukan penyuluhan hukum di rutan-rutan dan membuat Klinik Hukum Berjalan. Klinik itu bertujuan untuk sharing kepada komunitas atau pihak-pihak yang membutuhkan konsultasi hukum. Semuanya dilakukan secara gratis atau cuma-cuma. Ketidakmengertian hukum juga berakibat korban terperdaya yang kadang mengeluarkan sejumlah uang untuk dia keluar dari kasus.

Dan ternyata jumlah pengacara di Indonesia itu sedikit, dan di Jakartalah paling banyak kita mendapati Pengacara, dan lebih khususnya adalah Jakarta Selatan. Lalu bagaimana dengan daerah lain yang juga dalam kondisi butuh bantuan hukum? Itulah pentingnya pemberdayaan, dimana setiap orang sebenarnya bisa menjadi pengacara untuk dirinya sendiri. Inilah pentingnya belajar hukum, bahkan kepada siapapun yang bahkan tidak Sarjana Hukum. Ini juga untuk menghindari praktek penyuapan karena ketidaktahuan, sehingga mengambil jalan pintas.

(Reporter Gadis Merah).

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Kesehatan Reproduksi Buruh Perempuan

Siang itu, sebut saja Ina, seperti biasa bekerja di sebuah pabrik garmen di KBN Cakung. Sebuah kawasan industri milik Pemrov DKI. Hari itu, Ina sedang

Memperjuangkan Cuti Hamil

Seorang buruh perempuan bekerja di KBN Cakung, namanya Lani. Lani berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Dari Kebumen, Lani bersama kakak perempuannya pergi mencari kerja di

Mahalnya Pendidikan di Tengah Pandemi

Pada suatu hari, anak pertamaku berkata padaku, “Mama uang kos dan SPP bulan Mei – Juni belum bayar” “Iya kakak sayang” Selama pandemi, jujur tak

Otonomi Tubuh dan Hak Kesehatan Seksual Reproduksi

Dengan kata lain, otonomi tubuh dapat dikatakan sebagai sebuah hak yang tidak bisa dilepaskan dari seseorang. Penyangkalan terhadap otonomi tubuh merupakan sebuah bentuk penindasan karena pada dasarnya, merebut otonomi tubuh sama dengan merebut kemerdekaan seseorang.