Search
Close this search box.

Kami Butuh Waktu Bersama Keluarga,  Kurangi Jam Kerja!

Rahma (buruh pabrik garment) ia mengatakan dengan bekerja 40 jam per minggu diperusahaan dengan target produksi tinggi yang ditetapkan oleh perusahaan selalu membayangi pikirannya ketika ia bekerja karena tuntutan perusahaan yang meminta agar target produksi tinggi tersebut tercapai.

Di dalam dunia kerja, seringkali buruh dihadapkan dengan target kerja yang tidak masuk akal yang diberikan oleh perusahaan, beban kerja yang cukup tinggi, bentakan hingga makian atasan yang tidak manusiawi, kondisi lingkungan dan fasilitas perusahaan yang buruk (seperti tempat toilet yang kotor, air minum yang tidak layak), jam kerja yang panjang dan acap kali sulit untuk izin tidak bekerja atau bahkan susah untuk mengambil cuti yang seharusnya menjadi haknya serta keselamatan kerja yang diabaikan oleh perusahaan menjadi momok yang harus dijalani buruh dalam aktivitasnya sehari-hari sebagai buruh (sektor formal maupun informal) guna menghidupi keluarga serta melanjutkan kehidupannya dengan berbagai impian serta keinginan agar memiliki kehidupan yang lebih baik. 

Kondisi dalam dunia kerja yang buruk yang dialami buruh terutama jam kerja panjang yang terjadi di dalam dunia kerja saat ini membawa dampak psikologis yang buruk dan berimbas ke kesehatan mental di kehidupan buruh di dalam pergaulan masyarakat, keluarga maupun dirinya sendiri. Menurut data Kementerian Kesehatan ditemukan bahwasanya bekerja secara berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kelelahan secara fisik dan atau psikologis yang akan berdampak pada rusaknya fungsi kognitif seseorang. Serta ditemukan buruh dengan usia lebih dari 40 tahun yang bekerja lebih lama dari 25 jam per minggu dapat berdampak pada kecerdasan dan juga beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan dari berbagai usia yang bekerja berlebihan bisa mengalami stres kronik, kerusakan kognitif dan gangguan mental.

Dalam Talkshow Union di Marsinah FM, Rahma (buruh pabrik garment) ia mengatakan dengan bekerja 40 jam per minggu diperusahaan dengan target produksi tinggi yang ditetapkan oleh perusahaan selalu membayangi pikirannya ketika ia bekerja karena tuntutan perusahaan yang meminta agar target produksi tinggi tersebut tercapai. Seringkali ada beberapa kawan-kawannya buruh perempuan yang sampai rela menahan untuk tidak ke toilet agar target produksinya terpenuhi. Menurutnya kondisi didalam lingkungan kerja seperti itu akan berimbas ke dalam kesehatan mental kawan-kawan buruh. Tekanan dari perusahaan tersebut berimbas ke rumah karena Rahma menuturkan bahwasanya sepulang bekerja, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah (beban kerja ganda) serta seringkali tidak bisa mengontrol emosi saat bersama keluarga karena imbas lelah, letih dalam bekerja dan masih ditambahi dengan pekerjaan rumah tangga. 

Realita yang terjadi saat ini adalah buruh dapat bekerja lebih dari 40 jam per minggu yang menurut penelitian menyebutkan bahwasanya bekerja dengan 40 jam per minggu dapat berpotensi memberikan dampak buruk di kehidupan buruh. Banyak perusahaan yang menambahkan jam kerja atau lembur dengan dalih “kejar target”, target belum terpenuhi. Akan tetapi yang perlu diketahui yaitu, seringkali kerja lembur tersebut adalah bentuk penalti, “Molor Jam Kerja” (tidak membayarkan upah lembur) yang diberikan perusahaan terhadap buruh karena target produksi tidak terpenuhi.

Tak kalah dari yang dalami oleh buruh pabrik ketika berada didalam lingkungan kerjanya, pengemudi ojo ternyata juga memiliki banyak permasalahan yang salah satunya adalah akbat dari hubungan kerja dengan pemilik aplikasi berbasis kemitraan membuat para pengemudi ojol harus menelan pil pahit karena mereka tidak mendapatkan THR seperti buruh-buruh lainnya karena informalisasi tenaga kerja yang marak saat ini serta belum lagi resiko-resiko yang cukup tinggi disaat berada didalam perjalanan mengatar, menjemput dan mencari penumpang yang harus ditanggung oleh para pengemudi ojol. Menurut Max Andrew Ohandi, (Driver ojol) Pemilik aplikasi ojek online memanfaatkan budaya yang dimiliki pengemudi ojol yang salah satunya adalah memiliki ikatan persaudaraan yang kuat antar sesama pengemudi ojol. Menurut Max, Hal tersebut dimanfaatkan oleh pemilik aplikasi guna mengeksploitasi pengemudi ojol karena ikatan-ikatan persaudaraan yang terbangun ini, pungkasnya. 

Akan tetapi Hizkia Yosias Polimpung, Psikolog dan Penulis Indoprogress memiliki padangan yang berbeda mengenai dampak psikologis dari jam kerja yang panjang ini. Menurutnya hubungan kerja waktu yang panjang dengan kesehatan mental tidak selalu linier atau tidak semua jam kerja panjang dapat membuat depresi atau tekanan akan tetapi harus ada 3 variabel yang digunakan untuk menilai seseorang tentang kesehatan mental akibat kerja-kerja tersebut atau dampak kerja waktu yang panjang tersebut. 3 variabel tersebut antara lain kepuasan bekerja, perasaan kendali serta ketahanan emosi. Ia juga menambahkan bahwasanya tidak semua penelitian psikologi bisa digunakan dan berguna dan atau tidak berpihak kepada kelas buruh/pekerja. Malah sekarang ini kapitalisme lah yang paling banyak menggunakan ilmu psikologi ini guna melancarakan modus kapitalistiknya. Maka dari itu, seharusnya apa yang bisa digunakan dalam ilmu psikologi ini untuk gerakan kelas pekerja?

Melihat kondisi-kondisi perburuhan di atas sudah jelas bahwa efek jam kerja panjang berdampak buruk ke kesehatan mental dan ke lingkup terdekat yaitu lingkup keluarga. Kondisi perburuhan dari tahun ke tahun, abad ke abad tidak kunjung membaik, perjuangan pengurangan jam kerja yang sebelumnya 20 jam per hari menjadi 8 jam kerja per hari sudah berusia lebih dari satu abad, maka dari itu kurangi jam kerja atau terapkan 8 jam untuk bekerja 8 jam rekreasi dan 8 jam istirahat tanpa dibebani bayang-bayang kewajiban tambahan jam kerja/lembur atau lembur tanpa paksaan!

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Suara Buruh Edisi 26 Desember 2015

Suara Buruh Edisi 26 Desember 2015 hadir dengan beragam berita tentang SPN PT. Panca Prima dan Pojok Laktasi, Cuti Hamil bagi Kelahiran Prematur Hanya Diberi

Kami pun Berhak Merdeka

“Abang ” begitulah orang-orang disekitarku memanggilku, padahal nama ku sangat feminine, yaitu Nur Aisyah. Karena penampilanku selalu berambut pendek seperti layaknya laki-laki, sering berkumpul dengan

Perjuangan Buruh Mendapatkan Keadilan

Tanggal 9 juni 2021, saya dan seorang kawan mewakili FSBPI (Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia), ikut aksi demonstrasi solidaritas dan audiensi ke Kemnaker bersama FBTPI

Pasca Tragedi Ledakan Smelter IWIP, Buruh Dinilai Perlu Tingkatkan Kekuatan Politik

Yuzril Muksin, Ketua Exco Partai Buruh Provinsi Maluku Utara, saat diwawancarai menyampaikan, kondisi kerja di kawasan IWIP sangat tidak manusiawi. “Buruh-buruh di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park dipaksa kerja dengan jam kerja yang panjang. Jam kerja yang panjang ini merupakan faktor yang menyebabkan kecelakan kerja itu bisa terjadi. Tragisnya, upah buruh IWIP tidak sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” ucapnya.

Perempuan Pelita

‘Perempuan Pelita’, berupa pembacaan kisah sosok dan pengalaman hidup tokoh inspriratif bagi perjuangan perempuan, dari dalam dan luar negeri, masa lalu dan masa kini. Mengudara

credit: https://pin.it/1HS9o8KZb

Gatra Media Group Tutup: Serikat Karyawan Tuntut Pembayaran Hak yang Tertunda

Selain hak-hak yang belum dibayarkan, Serikat Karyawan Gatra juga menyoroti belum adanya Surat Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang seharusnya diberikan sebelum penutupan operasi. Dalam rapat-rapat yang diadakan antara manajemen dan karyawan, tidak ada jaminan atau solusi konkret yang diberikan kepada karyawan mengenai penyelesaian masalah ini.