Dulu, saya tidak suka berorganisasi, karena menurut saya berorganisasi tidak penting buat saya.
Pada suatu hari, ada teman saya datang dan main ke rumah saya. Awal sih, saya risih kalau dia datang karena dia orang serikat. Saking saya tidak suka ama dia, bermacam alasan saya bilang sama dia kalau dia mau main ke rumah, dan dia juga tidak menyerah begitu saja. Bermacam alasan juga dia lakukan untuk mendekati saya. Contohnya, dia jual baju kaos, pura – pura sakit lalu minta dikerokin.
Hari demi hari, minggu demi minggu, kami berdua lewati meski tak jarang ia berbohong hanya supaya saya mau diajak jalan bareng. Akhirnya, saya penasaran dengan maksud dan tujuan teman saya itu. Saya mulai mencoba untuk bersedia diajak diskusi, ternyata woooww……..rasanya luar biasa. Di tempat diskusi itu, berbagai macam pengetahuan saya peroleh, terutama tentang jam kerja, target dan UU ketenagakerjaan.
Setelah berserikat, saya merasakan banyak perubahan, salah satunya adalah rasa solidaritas yang tinggi, turun ke jalan untuk berjuang menutut hak, membuat saya berpikir bahwa saya sebagai buruh punya hak dalam berkerja. Hal yang paling membanggakan dalam diri saya adalah ketika terlibat aksi menolak upah padat karya, dimana saya berorasi di atas mobil komado yang menghadap ke Kantor Gubernur. Dengan lantang, untuk pertama kalinya saya teriakkan hidup buruh, lawan upah padat karya, hidup buruh perempuan. Itu lah pengalaman saya waktu orasi di depan Kantor Gubernur, tepatnya 24 november 2017 sekaligus memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
ditulis oleh Tika