Search
Close this search box.

Bekerja dan Mogok untuk Hidup

Voni. Ketika Berkunjung ke Taman Baca Anak 

Bekerja, Jalan Keluar Dari Himpitan Ekonomi

Menjadi buruh KBN Cakung sudah menjadi keinginan saya, jadi saya pun mencari pekerjaan di KBN Cakung. Hingga suatu hari, ada satu perusahaan yang mau mempekerjakan saya. padahal waktu itu susia saya baru 16 tahun dan mereke menerima saya hanya dengan lamaran kerja dan kartu pelajar.

Rasanya sangat senang sekali saat itu, hingga saya pun menjalaninya dengan penuh semangat karena tuntutan hidup yang kian kuat. Kala itu, Bapak saya sedang sakit karena kecelakaan yang dialaminya sehingga tidak bisa bekerja, sementara ibu saya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Itulah alasan kuat mengapa saya memilih bekerja dan berhenti sekolah. Saya, tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMU.

Seiring waktu berjalan, tepat tiga bulan, saya mencoba belajar memahami mesin jahit dan saya mencoba belajar menjalankan mesin jahit di waktu jam istirahat. Waktu istirahat, seusai makan siang,  saya belajar menjahit dengan bantuan operator saya. Lama kelamaan, kemudian Chief meminta saya untuk menjahit. Ada rasa senang, namun juga takut. Takut tidak berhasil mengejar target.Apalagi saya bisa menjahit bukan karena kursus, dan merasa belum ahli menjahit. Namun, saya ingin membuktikan bahwa saya bisa menjahit. Toh, teman-teman lain juga bisa menjahit, kenapa saya tidak bisa.

Ikut Mogok Kerja

Setiap hari saya jalani dengan target dan target. Banyak pengalaman yang bisa saya ambil. Sampai suatu hari perusahaan itu pailit dan ingin memberi pesangon yang tidak sesuai peraturan pemerintah kepada buruhnya. Akhirnya kami mogok kerja sampai dua minggu. Kami berjaga dan bermalam di pabrik. Bahkan, kami sampai menunggui apartemen pengusaha yang berada di Kelapa Gading. Kami berbagi tugas. Sebagian kawan berjaga di pabrik, sebagian lain menunggu apartemen tempat tinggal pengusaha.

Sampai pad hari ke 15, akhirnya pengusaha dari Korea Selatan itu mau membayar pesangon yang jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. Meski, pesangon yang kami terima itu masih saja belum sesuai ketentuan pemerintah. Kami memutuskan menerima pesangon tersebut, dengan hitungan Rp 1.986.000 untuk masa kerja dua tahun kurang dua bulan.  Setelah itu, sebagaimana buruh-buruh lainnya, saya melamar kerja lagi di perusahaan lain di KBN cakung.

Mungkin, banyak teman-teman lain memiliki pengalaman serupa. Keluar masuk pabrik seperti beras diayak di tampah. Dari satu sudut ke sudut lain KBN Cakung, mengadu nasib, siapa tahu dapat nasib baik.

Oleh Voni

buruh KBN Cakung

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Buruh Garmen PT Tainan Tolak Pemotongan Upah 25%

Menurut Titin Nurlinasari, Ketua Pengurus Basis FSBPI PT Tainan, ia dipanggil oleh manajemen PT Tainan bersama dengan pengurus serikat yang lain, untuk menanda tangani penerapan Permenaker 5/2023 di tempatnya bekerja, tetapi yang tidak tanda tangan hanya dirinya dan pengurus Gartex. “Saya dipanggil oleh managemen untuk tanda tangan tetapi saya menolak, pengurus Gartex juga tidak tanda tangan” tuturnya.

Kebebasan Serikat Harus Terus Diperjuangkan

Isnur juga menyatakan bahwa ketika sudah mulai berserikat dalam konteks perjuangan gerakan rakyat, biasanya penguasa/pemilik kekuasaan akan merespon balik dengan berbagai cara antara lain berusaha menghentikan, menutup, menghalang-halangi dan lain-lain.

Sebuah Tragedi: Lagi, DPR RI Tidak Mengesahkan RUU PPRT

Endang Yuliastuti dari Institut Sarinah mengeluhkan aturan ketat yang diterapkan terhadap PRT dan Koalisi Sipil selama lima tahun terakhir. Menurutnya, tata kelola DPR semakin menjauh dari rakyat dan membatasi partisipasi masyarakat, khususnya PRT, meskipun mereka hanya ingin memantau jalannya sidang.

Cermin

Cermin, biasa dibutuhkan untuk bercermin, ia berguna untuk melihat diri kita sendiri. Cermin diambil sebagai judul sebuah talkshow untuk mengenal tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan

credit: https://pin.it/1HS9o8KZb

Gatra Media Group Tutup: Serikat Karyawan Tuntut Pembayaran Hak yang Tertunda

Selain hak-hak yang belum dibayarkan, Serikat Karyawan Gatra juga menyoroti belum adanya Surat Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang seharusnya diberikan sebelum penutupan operasi. Dalam rapat-rapat yang diadakan antara manajemen dan karyawan, tidak ada jaminan atau solusi konkret yang diberikan kepada karyawan mengenai penyelesaian masalah ini.