Oleh Tinta Merah
SOLIDARITAS UNTUK WARGA GANE
Yogyakarta – Bertepatan malam minggu, Sabtu 28 Februari 2015, sekitar pukul 19.00 WIB , Alun-alun Kidul Yogyakarta mulai dipenuhi oleh muda-mudi dan warga lainnya yang sekedar datang mencari hiburan di tempat pariwisata tersebut. Hanya saja ada yang beda pada malam minggu kemarin, Alkid menjadi ramai oleh puluhan muda-mudi yang membuat lingkaran tepat di utara lapangan. Semakin membuat penasaran, karena lingkaran yang tadinya hanya puluhan tak lama menjadi kerumunan yang jumlahnya bisa ratusan. Bagaimana tidak, kermununan tersebut menyita seluruh perhatian warga yogyakarta yang tengah mencari hiburan di Alkid dengan bunyi-bunyian alat musik tradisional Tifa, Gong dan pementasan teater, tari-tarian serta permainan daerah.
Ya, tepat. Aksi budaya. Aksi budaya yang tak lazim seperti biasanya dilakukan oleh pemda Yogyakarta. Menurut Aby, salah satu Humas dari Solidaritas Untuk Masyarakat Gane mengatakan aksi budaya yang digelar kelompoknya adalah untuk memberikan solidaritas kepada masyarakat Gane yang sedang melawan politik perampasan tanah oleh perusahaan sawit PT. Korindo dan pemda setempat. Ia lalu menjelaskan tentang situasi Gane. Menurutnya, Gane, sebuah daerah di Halmahera Selatan, Maluku Utara saat ini semakin mencekam. Negara dan korporasi sawit PT. Korindo milik Korea terus melakukan penggusuran hutan dan lahan garapan warga untuk kepentingan perluasan persemaian bibit sawit. Petani Gane tiap hari ke kebun tidak hanya membawa parang dan dayung, tapi juga membawa perasaan was-was. Warga khawatir kalau-kalau setibanya di kebun, pohon kelapa & tanaman bulanan mereka sudah rata tergusur boulduzer perusahaan. “Kami serukan usir korporasi sawit PT. Korindo dari tanah Gane dan menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab karena telah menambah penderitaan warga Gane” tegasnya.
Selain itu, Idra Faudu, Kordum yang juga membacakan sebuah puisi anak negeri, saat diminta pendapatnya menegaskan konsep aksi budaya sengaja diangkat dengan tujuan mengkritik pemerintah melalui budaya. “Selama ini budaya khususnya tarian dan permainan daerah, selalu dipakai (baca: pemerintah) untuk menarik perhatian turis maupun investor. Sudah saatnya kami kembalikan semangat budaya untuk melawan para kolonial-kolonial baru di daerah-daerah di Indonesia, terutama di daerah kami, Gane”. Aksi budaya ini di isi dengan Teater kritis, puisi, orasi-orasi politik, tarian soya-soya, permainan bambu gila, permainan toki gaba-gaba, dan permainan silat.
Sejak 2010, PT. Gelora Mandiri Membangun (anak perusahaan PT. Korindo), sebuah perusahaan sawit skala besar menerjunkan alat-alat beratnya di atas Bumi Gane dalam rangka menyiapkan perkebunan sawit yang mengancam keberadaan kebun-kebun milik warga. Tanpa sosialisasi ke publik Gane dan berdasarkan ijin luas konsesi 11.009 ha oleh Menteri Kehutanan, warga pesisir yang umumnya adalah petani kebun kelapa, cengkeh dan pala terancam kedaulatan atas tanahnya kemudian akan berakhir sebagai buruh upahan perkebunan sawit milik perusahaan.
Kehadiran PT. Korindo di Gane telah mengakibatkan konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat. Warga Gane terpolarisasi dalam dua blog sentiment, pro dan kontra. Tidak berhenti dengan menciptakan perpecahan antar warga, pada 2013, perusahaan juga mengerahkan kekuatan serdadu negara untuk melakukan kekerasan dan mengkriminalisasi 13 warga yang melakukan aksi blokade jalan loging sebagai bentuk perjuangan mereka mempertahankan kedaulatan atas ruang hidupnya. Warga yang ditangkap dan ditahan selama kurang lebih tiga bulan ini lalu diproses hingga ke pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah alias bebas demi hukum. Sebelumnya, tim dari Komnas HAM telah melakukan survey dan berdiskusi dengan berbagai pihak lalu mengeluarkan beberapa rekomendasi, satu diantaranya adalah perusahaan harus menghormati hak masyarakat adat dengan tidak melakukan aktifitas yang bisa merampas dan atau mengabaikan hak masyarakat, diantaranya hak atas tanah ulayat dan hutan adat.
“Kami tidak akan diam. Kami akan terus melakukan perlawanan walau bersolidaritas dari jauh. Sebetulnya politik perampasan tanah di Indonesia tidak hanya terjadi di Gane, tetapi juga terjadi dimana-mana, misalnya di Kulonprogo, Rembang, Urut Sewu, dan daerah2 di Indonesia. Kasus perkebunan sawit di Indonesia, di mulai pada kekuasaan orde baru Soeharto. Artinya, kita tidak sedang hanya melawan kapitalis sawit, tapi juga struktur negara ini. Untuk itu, persatuan dan solidaritas harus kita kuatkan. Agar perjuangan rakyat melawan para penindas semakin kuat dan mudah” kata Tuthy, dalam orasi politiknya.
Posisi kampung pulau yang terisolir dari akses teknologi dan media ini, bardampak pada kurang meluasnya informasi terkait intimidasi yang diterima warga serta kabar perjuangan yang terus berkobar. Hingga saat ini, mereka terus meminta dukungan dan solidaritas dari siapa pun untuk menguatkan perjuangannya. Perjuangan untuk mempertahankan warisan bagi generasi. Menurut Aby, Solidaritas Untuk Warga Gane akan terus diluaskan. “ Kami akan terus meluaskan (solidaritas), saat ini ada beberapa organisasi yang tergabung. Ada FORMASI, Cakrawala Mahasiswa Yogyakarta, SKPM Hal-sel, Gerakan Literasi Indonesia, Perempuan Mahardhika, Teater 42, Slavery, dan Pattimura Muda. Untuk menguatkan solidaritas dan perjuangan masyarakat, kami terus meluaskan serta mengajak siapapun yang tidak ingin di jajah, untuk bergabung dalam solidaritas ini.” Tutupnya. Aksi budaya ini di akhiri pada pukul 23.45 dengan pembacaan sikap politik Solidaritas.