Oleh Dian Septi Trisnanti
untuk temanku perempuan
Sayang, hidupmu adalah milikmu, tubuhmu adalah milikmu, pikiranmu adalah milikmu. Kau sudah berikan yang terbaik bagi sesamamu, sebaik – baiknya. Aku turut bersedih, ketika kau bersedih tentang keluargamu di kampung halaman yang memintamu segera menikah. Mereka, tentu peduli denganmu, dengan caranya. Mereka berpikir dengan menikah, dengan pilihan mereka tentu saja, kau akan bahagia. Tapi, nyatanya kau tak bahagia, kau bersedih, kau meneteskan air mata. kau bilang akan pulang, mungkin tak kembali, dengan hidupmu yang baru. Ah, kawanku tersayang, aku ingin kau bahagia lagi, ketika kau berada dalam satu barisan dengan kami, berkeringat di tengah teriknya matari. Bernyanyi bersama sambil berucap HIDUP BURUH, HIDUP RAKYAT.
Orang tuamu, tentu berniat kau bahagia, dengan cara mereka tentu saja. Tapi, yakinlah, orang tuamu juga tak hendak kamu bersedih hati dan hilang tawa. Bicaralah sayang, katakan: Tidak Bisa Ibu, Tidak Bisa Ayah. Aku bahagia sudah dengan begini saja. Dengan hidup yang aku rajut sendiri, meski tak ada seorang kekasih di sampingku. Aku bahagia, karena aku bisa membuat pilihan atas hidupku, berbuat baik untuk sesamaku, bersama teman-temanku.
Ah, katakanlah itu pada orang tuamu, keluargamu. Mereka mungkin akan kecewa, mungkin marah. Tapi yakinlah, suatu hari, mereka akan mengerti. Karena merekalah orang tuamu, yang membesarkanmu, dengan cinta dan kasih sayang. Dengan kerja keras nyaris setiap jam.
Sayangku, jadilah dirimu sendiri, ambillah keputusan atas hidupmu, dengan caramu, pilihanmu. Kami, masih menunggumu di sini, di barisan depan perjuangan