Menuliskan sejarah adalah perlawanan abadi yang tidak terpatahkan sampai hari ini. Masa depan cerah mesti dibangun oleh masa lalu yang bersimbah peluh dan darah. Perlawanan ini hadir di tengah perkampungan Batu Ampar, Kec. Kemuning, Kab. Indragiri Hilir, Riau. Sejak 2021, aktivitas peledakan atau blasting yang dilakukan oleh PT. Bara Prima Pratama (PT. BPP) telah merusak ratusan bangunan rumah penduduk dan fasilitas umum seperti sekolah, mushola, dan masjid. Perusahaan memberikan ganti rugi kepada 64 bangunan yang terdampak pada Desember 2021. Faktanya, bangunan yang terdampak lebih dari itu. Ganti rugi yang diberikan paling besar pun hanya sebesar tujuh juta rupiah. Pertanyaannya, cukupkah uang sebesar itu untuk memperbaiki kerusakan rumah? Benar saja, logika rupanya bisa menjadi tumpul dalam bisnis berbalut politik penguasa.
25 Oktober 2023 adalah kebangkitan yang mendorong perlawanan mak-mak. Mereka secara spontan bergerak meluapkan kemarahan dan melawan ketertindasan. Sepanjang pergantian tahun, penduduk tidur dalam ancaman bahaya akan kematian. Kerusakan rumah yang bertambah berat membuat gelisah dan mengoyak isi hati serta kepala. Aktivitas yang dipaksakan secara sepihak tanpa sosialisasi terhadap warga, tidak saja mendapat penolakan, melainkan amarah. Mak-mak yang kebetulan berada di pekarangan rumah segera mengejar pihak perusahaan sampai ke kantor. Berbekal rasa marah, mereka duduk menghadapkan diri pada karyawan yang juga hamba kapitalis. Pihak perusahaan merespon dengan menjanjikan akan memeriksa kembali bangunan yang terdampak. Seperti kebanyakan janji para penguasa dan pengusaha, selalu saja ada alasan untuk ingkar. Oleh karena itu, mak-mak kembali mendatangi kantor dengan massa yang lebih banyak. Rasa senasib dan sepenanggungan akhirnya mengantarkan mereka kepada perlawanan tidak seimbang antara si miskin, si kaya, dan pemilik modal.Aparat desa, kecamatan, aparat keamanan, serta para tokoh masyarakat ikut gaya perusahaan, yakni irit bicara. Bahkan aparat keamanan turut siaga saat peledakan diam-diam dilakukan oleh perusahaan. Akhirnya, perlawanan berlanjut sampai ke Pemkab. Mereka meminta DPRD untuk melakukan dengar pendapat dan memanggil pihak perusahaan. Pertemuan tersebut akhirnya terlaksana pada tanggal 20 November 2023, dan membuahkan hasil berupa kesepakatan bersama. BA tersebut memuat pendataan kembali rumah warga terdampak secara bersama-sama dan akan mengeluarkan rilis terkait nilai penggantian secara transparan, dapat berupa angka atau perbaikan. Perusahaan akan melakukan operasi secara manual di area dekat pemukiman warga, membangun lubang pemutus getaran di area peledakan, menimbun bekas galian tambang, serta memastikan CSR diterima tepat sasaran. Bukan pemilik modal namanya kalau tidak ingkar janji. Perusahaan mengingkari berita acara kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama. Perlawanan warga diadu dengan sesamanya. Perjuangan tiba-tiba beralih arah dari menolak blasting menjadi keributan ganti rugi. Secara sepihak perusahaan menawarkan kepada warga berupa surat perjanjian penggantian dengan nominal yang tidak berdasarkan perhitungan berita acara pemeriksaan rumah. Mak-mak yang merasa penggantian rugi bukanlah tujuan utama, merasa tidak terima dengan sikap sewenang-wenang yang dipertontonkan. Tanggal 28 Januari PT. Bara Prima Pratama kembali melakukan blasting. Getaran yang katanya tidak menimbulkan efek, ternyata sampai ke rumah warga. Ledakan tanggal 30 Januari 2024 bahkan lebih besar dan membuat kerusakan rumah warga bertambah banyak dan parah. Rumah yang sebelumnya tidak rusak pun menjadi rusak. 31 Januari 2024, mak-mak yang tidak tahan dengan perlakuan sewenang-wenang menyerbu dan menghentikan aktivitas pertambangan. Mereka bermukim di area yang akan diledakkan. Hal ini memicu pemerintah kabupaten turun dan menyelesaikan persoalan warga dengan perusahaan. Inspektur tambang Provinsi Riau pun ikut terjun ke lapangan dan memeriksa aktivitas peledakan yang ternyata dilakukan tanpa ada kajian dan konsultasi publik terlebih dahulu. 27 Februari 2024, setelah 28 hari mak-mak menghentikan aktivitas pertambangan dengan mendirikan tenda dan bermukim di area pertambangan PT. Bara Prima Pratama, akhirnya dikeluarkan surat penghentian aktivitas peledakan oleh inspektur tambang sampai dilakukan kajian lebih lanjut. Perusahaan turut memberikan penggantian yang disepakati bersama-sama. Stop blasting adalah tujuan utama yang kita menangkan. Penggantian rugi anggap saja bonus. Begitulah akhirnya mak-mak dan banyak warga yang masih bertahan merayakan kemenangan menyambut bulan suci ramadhan. Ukuran kemenangan itu bukan dari tercapainya tujuan ideal tapi bagaimana kita sudah mampu menunjukkan kepada warga, pentingnya gerakan perlawanan. Pihak perusahaan akhirnya berhasil dipaksa mendengarkan dan mengamini bahwa warga bukan kumpulan massa buta yang inginnya uang semata. Hal ini sekaligus menjadi titik gerakan yang membawa warga pada kepercayaan, bahwa mereka ternyata mampu melindungi hak-haknya.