“ … [S]aya tetapkan tanggal 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional.” (3)

Oleh  Syarif Arifin

Baca juga http://dev.marsinah.id/saya-tetapkan-tanggal-20-februari-sebagai-hari-pekerja-nasional-1/

http://dev.marsinah.id/saya-tetapkan-tanggal-20-februari-sebagai-hari-pekerja-nasional-2/

1985: Demokrasi tapi profesional?

Dalam Kongres II November 1985 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, FBSI dibubarkan diganti dengan SPSI. Ketuanya Imam Sudarwo dan Sekretaris Jenderalnya Arief Sumadji. FBSI berubah dari sektoral ke unitaris dan mengubah SBLP menjadi departemen. Tapi hanya 9 departemen yang bertahan. Sisanya membangun Sekretariat Bersama Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (Sekber SBLP) sebagai bentuk penolakan perubahan federasi menjadi unitaris. Hal lain yang dipersoalkan adalah dipilihnya Imam Sudarwo yang bukan deklarator FBSI. Imam Sudarwo pun disebut-sebut Ketua DPP Golkar, dan perwakilan pengusaha.

Di luar itu, kebijakan negara berlanjut dari industri substitusi impor menjadi orientasi ekspor. Di tingkat internasional terjadi pergeseran operasi kapitalisme. Perusahaan-perusahaan multinasional sedang mencari wilayah-wilayah baru untuk mengeruk keuntungan dengan biaya produksi yang lebih murah (new division of labour) dan jaminan stabilitas politik. Perusahaan-perusahaan dari Korea Selatan dan Taiwan mulai berdatangan. Soeharto bergiat menyediakan kawasan-kawasan industri, membuka infrastruktur industri seperti jalan tol dan waduk.

Pada kurun inilah Komandan Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban mendapat lahan baru, yakni meredam konflik perburuhan. Sebelumnya, Sudomo menyebutkan, seluruh perselisihan perburuhan harus dilaporkan secara langsung ke Kopkamtib. Pada awal 1983, Menteri Tenaga Kerja cum mantan Panglima Kopkamtib, Sudomo mengeluarkan keputusan untuk Pusat Pengelolaan Krisis Masalah KetenagaKerjaan. Pusat Krisis tersebut bertujuan mencegah bangkitnya konflik industrial. Jika konflik terjadi, mencegah penyebarannya. Hal tersebut dilegitimasi dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Nomor 324 Tahun 1986.

Dengan demikian, nasehat Soeharto agar buruh dan pengusaha harmonis tidak manjur. Tapi, agar hubungan tersebut harmonis diperlukan kekuatan ekstra, yakni melibatkan tentara dalam urusan perburuhan.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Beberapa Solusi Alternatif Tanpa Penggusuran Paksa

https://kartunmartono.wordpress.com/2009/12/28/karikatur/ Problem penggusuran di wilayah Indonesia bukan hal baru. Baru-baru ini, Kampung Pulo, Jakarta, digusur dengan paksa. Warga Pulo hendak dirusunkan, seolah rusun adalah solusi

Perempuan Tidak Akan Diam: Melawan Pemiskinan, Kekerasan, dan Kriminalisasi

“Kita sudah terlalu lama diam dan berharap pemerintah peduli, tapi justru makin banyak perempuan kehilangan pekerjaan, kehilangan hak, bahkan kehilangan nyawa! Kita turun ke jalan hari ini bukan hanya untuk protes, tapi untuk menuntut perubahan yang nyata,” tegas Ajeng, perwakilan dari Aliansi Perempuan Indonesia (API).

Merebut Kuasa di Balik Baju Garment

Kami seorang buruh garmen yang hanya bisa jahit tapi tidak bisa memiliki apa yg sudah kami jahit. Kami berorganisasi di FBLP, banyak pengalaman yang kami

Melawan Calo Bandit

Lami, berdemo depan PT. Myungsung/dok.Marsinah FM Melawan Karena Benar Jika kami ditanya kenapa berani melawan pengusaha garmen? maka kami  menjawab,karena itu hasil penindasan yang dilakukan

Buruh Berhak atas Upah Layak!

Pernyataan Sikap Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) atas Penerapan PP 36/2021 untuk Penentuan Kebijakan Upah Minimum   Kerja dan Upah Untuk bertahan hidup, setiap