Rombongan Konvoi Obor Marsinah memasuki hari ke 3, tepatnya Jumat, 2 Mei 2014, pukul 00.00 WIB (12 malam) sudah sampai di Unsgawati, Cirebon. Belasan mahasiswa Unsgawati engan ramah menyambut rombongan dan menyediakan tempat menginap di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Perlu diketahui, sebelumnya rombongan Obor Marsinah berkunjung di Omah Buruh Bekasi dan Karawang yang singgah di sekretariat FSPMI Karawang dan PT. Pindo Delli, menyerahkan surat tuntutan ke PT. Pindo Delli sebagai bentuk solidaritas pada buruh PT. Pindo Delli yang beberapa waktu sempat mogok kerja dan semua pengurus di PHK.
Di Unsgawati, teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam Komite Obor Marsinah Cirebon sudah menyiapkan Panggung Orasi Budaya, keesokan harinya, Sabtu 3 Mei 2014, dengan judul “Menabuh Suara Rakyat, Lampaui Bilik – Bilik Suara” . Pelataran Unsgawati pun ditata sedemikian rupa sebagai panggung yang menarik, disertai dengan spanduk infografis Obor Marsinah, bendera Marsinah dan pernak-pernik lainnya.
Panggung ini memberi ruang pidato untuk berbagai kalangan’ diselingi dengan pertunjukan musik. Turut memberikan pidato berbagai kalangan, diantaranya Obor Marsinah Cirebon, PKBI, FMK (Federasi Mahasiswa Kerakyatan), FBLP (Federasi Buruh LIntas Pabrik), Ikatan Sarjana NU, LPM Unsgawati, Dosen Unsgawati,
Ahmad Fanani Rosyidi, Koordinator KP FMK (Federasi Mahasiswa Kerakyatan) berkesempatan memberi pidato tentang pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam isu kerakyatan. Dengan landasan ini pula KP FMK dibangun. Mahasiswa penting terlibat dalam Obor Marsinah karena Marsinah adalah simbol perjuangan soal demokrasi (kebebasan berorganisasi, berekspresi dan berpendapat), apalagi di kampus ruang demokrasi sudah dipersempit. Ambil contoh represifitas yang menimpa mahasiswa UNMUL. Di beberapa kampus, mahasiswa sudah mulai resah atas keterbatasan ruang demokrasi. Marsinah itu orang biasa dengan upah minim tapi berani melawan, apalagi Marsinah ini adalah perempuan yang sebagai buruh mengalami ketertindasan ganda (domestik dan tempat kerja), karenanya Marsinah ini sangat inspiratif. Meski Marsinah sudah tiada secara fisik tapi ia sebenarnya masih hidup di jiwa kita semua.
Di sisi lain, Koordinator Obor Marsinah Cirebon, Awan, berbagi pengalaman proses terbentuknya Obor Marsinah Cirebon. Sebulan sebelumnya, ketika bersua dengan salah satu panitia Obor Marsinah Jakarta, Mutiara Ika Pratiwi menawarkan program bersama Obor Marsinah. Tawaran tersebut, menurut Awan, menggugah dirinya sebagai bagian mahasiswa untuk terlibat member perhatian pada gerakan rakyat lainnya, terutama gerakan buruh karena sedang berkembang memimpin gerakan rakyat Indonesia. Apalagi buruh memegang kendali ekonomi yang signifikan, betapa lumpuhnya ekonomi nasional bila buruh mogok dan memblokir jalan tol. Obor Marsinah mengingatkan kita bahwa terbkanya ruang demokrasi pada 1998 ternyata tidak serta merta menjamin terselesaikannya kasus –kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
Jumisih, Ketua FBLP, mengingatkan sudah saatnya teman-teman mahasiswa kembali menghidupkan tradisi turun ke basis, seperti di masa 90an kala mahasiswa yang turun ke pabrik-pabrik mengorganisir buruh termasuk dirinya, dimana mahasiswa mengajak buruh berorganisasi, termasuk bagaimana caranya mogok yang benar.
Sementara, Ketua Ikatan Sarjana NU Cirebon, Kang Mu’is, menambahkan,benar bahwa mahasiswa harus turun ke pabrik-pabrik namun bukan untuk mengajari buruh seolah dirinya lebih pandai dan buruh adalah yang tidak tahu apa-apa. Mahasiswa mesti menempatkan dirinya seiring dengan buruh, bergerak bersama buruh bukan hanya mentransfer ide, gagasan, data ke buruh namun saling bertukar pikiran, gagasan karena mahasiswa juga harus belajar dari realita buruh. Karena saat ini banyak fenomena, elit pimpinan yang hanya memanfaatkan buruh sebagai celengan jamblang, yang kemudian diperalat untuk kepentingan politiknya sendiri, kepentingan capres.
Selain mahasiswa, salah satu Dosen Unsgawati, Ibu Maya, juga turut menyampaikan dukungannya untuk Obor Marsinah. “Di dunia ini, konon Hak Asasi Manusia harus ada, tapi kenyataannya banyak terjadi pelanggaran HAM, dan sampai saat ini negara kita belum sanggup menuntaskan. Ia menitip pesan supaya buruh juga bisa meningkatkan kapasistas dirinya supaya mempunyai wawasan sehingga tidak lagi dinjak-injak oleh majikan. Agar sebagai buruh pun diirnya bisa menyadari kalau dia itu punya nilai sebagai manusia yang berhak dihargai martabatnya. Saya berharap mahasiswa Unsgawati ada yang bisa ikut konvoi sampai Surabaya”
Panggung Orasi Budaya tak hanya dimeriahkan dengan musik, namun juga dengan pembacaan puisi dan tarian. Di penghujung acara, Bapak Khomarudin, selaku Wakil Rektor Unsgawati, memberi penutupan dan sebagai simbolisasi pelepasan rombongan onvoi Obor Marsinah dengan menyalakan api obor serta menyerahkannya ke Koordinator Obor Marsinah, Dian Septi Trisnanti.
Obor Marsinah sendiri akan berujung pada rembug rakyat pada 10 Mei 2014, seusai penutupan Obor Marsinah di Surabaya yang akan membahas tindak lanjut Obor Marsinah merespon problem kesejahteraan, demokrasi, HAM dan Demokrasi.