Oleh Yuli Riswati
Hari ini, Rabu, 10 September 2025, Badan Legislasi (BALEG) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komnas Perempuan dan Komunitas Masyarakat Tanggap Hukum untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU P2MI).
Pertemuan ini bukan sekadar forum formal. Ia adalah pertaruhan hidup jutaan pekerja migran Indonesia, mayoritas perempuan, yang selama ini mengisi sektor domestik global—dari dapur, ruang rawat, hingga kamar tidur keluarga-keluarga di berbagai negara.
Feminisasi Migrasi dan Kerentanan Struktural
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menegaskan dalam forum, “Mayoritas pekerja migran adalah perempuan, terutama di sektor domestik, yang kerap berhadapan dengan pelanggaran hak, eksploitasi, hingga kekerasan. Terlepas berangkat legal atau ilegal, mereka adalah warga negara Indonesia. Di mana pun mereka berada, negara wajib memberikan perlindungan.”
Pernyataan ini membuka mata: migrasi bukan hanya urusan devisa, tapi juga isu feminisasi kerja. Pekerja perempuan menanggung risiko paling tinggi, dari kekerasan seksual, diskriminasi upah, hingga kriminalisasi ketika melawan.
Perspektif Gender yang Sering Diabaikan
Komnas Perempuan menekankan agar revisi RUU tidak berhenti pada teknis birokrasi. Mereka meminta perlindungan berbasis gender dimasukkan secara eksplisit.
“Harapannya pemenuhan hak-hak perempuan menjadi landasan penting dalam Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.”
Sayangnya, dalam draf yang ada, perlindungan gender masih kabur. Sebagian besar pasal bersifat netral gender, yang berpotensi menutupi ketidaksetaraan struktural yang nyata dialami pekerja perempuan.
Pandangan dari Baleg dan Pemerintah
Koordinator Tenaga Ahli Baleg, Hendro Subiyantoro, mengatakan, “Siapapun yang bekerja di luar negeri harus dilindungi. Jangan sampai karena alasan pekerja murah lalu statusnya disebut magang.”
Sementara Dayan Victor Imanuel Blegur, Sekretaris Dirjen Perlindungan KPPMI, menyatakan bahwa revisi RUU ini bersifat holistik, “Revisi ini tidak hanya diubah dari segi teknis, tapi juga menyentuh inti tata kelola imigran Indonesia, mulai dari kelembagaan mekanisme penempatan hingga perlindungan sistem yang menyeluruh.”
Namun, janji “holistik” ini bisa menjadi bumerang bila tidak disertai klausul konkret tentang perlindungan berbasis gender dan akses keadilan lintas negara.
Rekomendasi Konkret untuk DPR
Agar RUU P2MI benar-benar melindungi pekerja migran, berikut beberapa rekomendasi pasal dan kebijakan yang perlu dimasukkan:
- Pasal Perlindungan dari Kekerasan Gender
- Pengakuan eksplisit bentuk kekerasan yang dialami PMI perempuan (seksual, diskriminasi kehamilan, pelecehan).
- Mekanisme pelaporan aman tanpa ancaman deportasi.
- Jaminan pendampingan hukum, medis, dan psikososial gratis.
- Pasal Penghapusan Skema Utang Migran
- Larangan biaya penempatan terselubung.
- Transparansi biaya rekrutmen dengan sanksi tegas untuk agen nakal.
- Pasal Pengakuan Pekerja Domestik sebagai Pekerja Formal
- Standar upah minimum, jam kerja, hak libur.
- Penyelarasan dengan Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Pekerja Domestik.
- Pasal Bantuan Hukum Lintas Negara
- Posko hukum di setiap KBRI/KJRI.
- Prosedur cepat tanggap untuk kasus darurat.
- Mekanisme pengaduan transnasional terhubung lembaga HAM internasional.
- Pasal Reintegrasi Pasca-Kepulangan
- Program reintegrasi ekonomi-sosial untuk PMI pulang.
- Perlindungan dari stigma bagi perempuan yang kembali dalam kondisi hamil atau membawa anak.
- Pasal Kelembagaan Pengawasan Independen
- Pembentukan lembaga pengawas independen dengan keterlibatan Komnas Perempuan, serikat migran, dan masyarakat sipil.
Ujian Keseriusan Negara
RDPU hari ini membuka ruang partisipasi. Tetapi partisipasi saja tidak cukup tanpa komitmen politik.
RUU P2MI akan menjadi cermin keseriusan negara: apakah DPR benar-benar mengakui pekerja migran sebagai manusia bermartabat dengan hak penuh, atau masih menjadikan mereka sekadar “pahlawan devisa” yang bisa dikorbankan.
Seperti kata Maria Ulfah Anshor: “Di mana pun mereka berada, negara wajib memberikan perlindungan.”
Kalau kalimat ini tidak diterjemahkan dalam pasal-pasal konkret, maka RUU P2MI hanya akan jadi dokumen indah yang hampa di atas kertas.