Oleh Voni
Dalam tulisan kali ini, aku mau menuliskan kisahku jadi buruh kontrak di sebuah perusahaan. Suatu kali aku melamar di sebuah perusahaan di KBN Cakung. Pertama kali aku melamar di Perusahaan tersebut, cukup mengagetkan. Itu karena aku tidak menyangka bahwa akan banyak atasan yang bakal melihat dan menilai kerjaku saat menjalani tes. Waktu itu, entah kenapa para atasan, mulai dari Chief, Supervisor, Manager, hingga pengusahanya pun ikut melihat. Tetapi, aku tidak menghiraukan karena aku ingin bekerja, dan akhirnya aku diterima di perusahaan tersebut.
Keesokan harinya, aku mulai bekerja di pabrik ini, cukup melelahkan karena proses jahitan yang belum pernah aku tahu. Dari jam ke jam, kulalui dengan tuntutan target yang setiap 30 menit, diambil oleh ADM (administrasi). Setelah beberapa hari bekerja, pengawasku sudah meminta target yang ingin dia capai lebih dari target sebelumnya dengan alasan dikejar ekspor. Kemauan pengawas tidak aku ikuti karena aku pikir, buat apa capek- capek, yang penting aku sudah berusaha semampu ku dengan target sebelumnya.
Dari Kejar Target, WC Mampet, Hingga Pelecehan Seksual
Di tempat kerja, di bagianku (line sewing), aku menjahit bertiga. Salah satu kawanku tidak bisa mnyamai targetku dan temanku, sampai dia dimarahi. Melihat itu, aku bilang ke pengawasku, “Mbak, kemampuan orang tuh nggak sama, kalau memang dia nggak mampu, tinggal mba-nya sebagai pengawas yang mencari cara. Akhirnya sampai order tersebut habis kawanku tidak pernah dipanggil lagi.”
Hari demi hari aku lewati, sampai pada suatu hari aku melihat adanya tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh chief dan supervisor terhadap kawanku. Dia meremas bokong kawanku ketika kawanku sedang mengerjakan layout baju. Aku sempat marah terhadap kawanku itu karena diam saja.
”Mba, kok mau aja sih diperlakukan begitu?”
Dan dengan enaknya chief itu bicara “Orangnya saja mau digituin.”
Aku pun bilang, “Itu kan pelecehan pak”,
Kawanku bilang dia mah biasa dibecandain kayak gitu.
Karena kesal kujawab “kalau bercanda sampai begetu mah kelewatan mba,nggak bisa dibiarin tuh mba”
Dan kawanku hanya tersenyum.
Selain itu, fasilitas kamar mandi tidak nyaman. WC yang tersedia terkadang sering mampet. Pernah sampai satu hari buruh tidak bisa ke toilet hanya karena WC nya mampet. Akibatnya buruh tidak bisa buang air kecil, sholat, apalagi buang hajat. Buruh hanya bisa diam dan menerima tidak bisa ke toilet, bahkan sampai tidak bisa sholat dan menunggu hingga jam pulang kerja. Tidak ada tunjangan makan siang, sehingga harus merogok kocek untuk makan di kantin dengan harga yang lumayan tinggi. Kami menghabiskan uang untuk makan dan minum sampai Rp 15.000,00. Belum lagi ongkos yang naik apabila harga BBM naik.
Janji Palsu Jadi Buruh Tetap
Ada juga kawan yang suka nya menjatuhkan kita di depan atasan, hanya karna dia ingin dilihat bagus di mata atasan. Itu lah nggak enaknya menjadi buruh kontrak, selalu diperlakukan semaunya oleh pengusaha, atasan bahkan kawan sesama buruh sendiri, hanya karena ia sudah jadi buruh tetap. Di awal melamar kerja, salah satu staff HRD bicara, apabila selama 3 bulan, kerjanya dinilai bagus, maka perusahaan akan mengangkat kami menjadi buruh tetap. Syaratnya adalah tidak bolos atau pun izin dan kerja bagus. Tapi apa, nyatanya, setelah 3 bulan berjalan, tidak ada satu pun dari kami yang diangkat jadi buruh tetap dengan alasan pergantian bos. Chief pun bilang apabila mau setelah libur selama satu minggu kami bisa melamar lagi. Itu artinya, kontrak kerja kami sudah habis dan diharuskan melamar lagi sebagai buruh baru dengan masa kerja baru.
Hebat sekali, pengusaha memutus kontrak kami, tanpa memikirkan kekecewaan yang di rasakan oleh kami, para buruh kontrak. Dengan alasan, kalau sudah jadi buruh tetap, nanti bisanya cuma menuntut gaji besar, tapi tidak mau memberikan target besar. Padahal target yang dia mau sudah terpenuhi. Kecewa memenuhi dalam hati ini, sampai memutuskan untuk tidak mau lagi melamar di perusahaan itu lagi. Supervisor atau pengawas, yang sebelumnya menjanjikan kami bakal jadi buruh tetap setelah tiga bulan bekerja mengatakan bahwa ia sudah bicara kepada pengusaha, namun pengusaha tidak mau mengangkat kami jadi buruh tetap. Ada – ada saja.