Search
Close this search box.

CATATAN ATAS PENGESAHAN RUU TPKS MENJADI UU, 12-04-2022

Tanggal 12 April 2022 menjadi tanggal yg bersejarah, setelah menunggu lebih dari 7 tahun, akhirnya di Sidang Paripurna DPR RI, sekitar pukul 10.30 pagi kemaren, RUU TPKS telah disetujui disahkan menjadi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Segera setelah pengesahan tsb, langkah-langkah yang harus kita kawal bersama, sbb:
1. Mendorong agar pemerintah segera membuat aturan yg dimandatkan UU TPKS baik dalam bentuk PP ataupun Perpres. Proses penyusunan aturan tsb harus terbuka, dan melibatkan partisipasi masyarakat. (Terlampir dibawah 6 PP dan Perpres prioritas segera dibuat)
2. Perlu mengawal revisi KUHP terkait rumusan perkosaan dan pasal terkait pemaksaan aborsi dengan mengakomodasi masukan masy sipil yg gagal diadopsi di UU TPKS . Juga Revisi KUHAP terkait hukum acara.
3. Perlu revisi UU Kesehatan untuk memasukkan korban kekerasan seksual untuk dapat mengakses layanan aborsi aman. (Saat ini hanya korban perkosaan yg bisa akses aborsi aman di UU Kesehatan)
4. Mendorong revisi Perkap terkait UPPA, dan manajemen penyidikan tindak pidana dengan mengakomodasi terobosan hukum acara di UU TPKS. Begitupun di tingkat Kejaksaan dan Kehakiman.

Selain itu, apresiasi terhadap disahkannya UU TPKE dng catatan sbb:

1. Untuk pasal Perkosaan, meskipun gagal diatur normanya dalam RUU TPKS, namun telah di sebutkan dalam Pasal 4 (2) sebagai Tindak Pidana KS.
Sayangnya, untuk pemaksaan aborsi, selain tidak berhasil mengatur normanya, juga tidak disebutkan dalam Pasal 4(2), sehingga korban pemaksaan aborsi tidak dapat mengakses hukum acara khusus dll yg dimuat dalam RUU TPKS. Karena pemaksaan aborsi tidak disebutkan sebagai Tindak Pidana KS di dalam Pasal 4(2).

2. Selain dua bentuk KS yg masih menjadi catatan, juga terkait Pasal 35, seharusnya kompensasi untuk membayar restitusi yg bersumber dari Dana Bantuan Korban sifatnya talangan. Pelaku harus bekerja selama masa penahanan untuk mencicil restitusinya dan seharusnya restitusi tidak hanya untuk korban tindak pidana KS yg ancamannya 4 tahun dan lebih (Pasal 16).

3. Selain beberapa catatan tersebut dan catatan lainnya yg masih ada, diakui RUU TPKS telah memuat berbagai terobosan hukum yg penting, sbb:
1). Memasukkan aspek-aspek penting yg harus ada, sehingga RUU TPKS bisa dikatakan komprehensif, yakni memuat tindak pidana KS, hukum acara (al.alat bukti, restitusi dan layanan terpadu), pemidanaan dan rehabilitasi pelaku, peran serta masy dan keluarga, serta pencegahan dan pemantauan.

2). Dari aspek bentuk KS, berhasil menghapus Aborsi sebagai Tindak Pidana KS, menambahkan Pemaksaan Perkawinan dan Perbudakan Seksual serta mempertahankan Eksploitasi Seksual dan Pelecehan Seksual Elektronik yang semula diusulkan pemerintah untuk dihapus. Sehingga total ada 9 bentuk KS yang diatur, yakni: pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan pemaksaan perkawinan.

3). Dari aspek hukum acara, telah menghasilkan beberapa terobosan hukum seperti terkait alat bukti di Ps. 24, diakuinya Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat sebagai penyelenggara layanan terpadu (Ps. 39-41). (Catt: Negara harus akokasikan anggaran untuk mensupport ini, tidak hanya untuk UPTD PPA). Selain itu, diakomodasi usulan terkait integrasi antar layanan sehingga kepentingan pemulihan bisa berjalan beriringan dengan penegakan hukum. Dalam pasal 54 disebutkan koordinasi antara penyidik dan pendamping menjadi dasar penyidikan (ayat 2) dan saat korban alami trauma berat, penyidik dapat menyampaikan pertanyaan melalui pendamping (ayat 3) (kami usulkan awal, sbg peran Psikolog). Selain itu, sudah disebutkan bhw pemeriksaan jg bisa dilakukan melalui perekaman elektronik baik secara langsung maupun jarak jauh (Ps.49). Serta pasal perlindungan hukum bagi Pendamping selama mendampingi Korban dan Saksi di setiap tingkat pemeriksaa (Ps. 28)

4. Dimasukkannya secara eksplisit komisi yang menangani kekerasan terhadap perempuan sebagai Lembaga yang melakukan pemantauan Pencegahan dan Penanganan Korban TPKS.*
5. Terkait keterangan saksi/korban penyandang disabilitas akhirnya kembali pada draft DPR yang lebih progresif, dimana keterangan saksi/korban penyandang disabilitas mempunyai kekuatan hukum yg sama.*

Catatan terhadap proses:
– RUU TPKS dibahas cukup cepat, meskipun sdh ditambah 3 hari dr jadwal semula 28-31, menjadi 28-31 plus 2&4 April 2022. Namun waktu tersebut terhitung singkat, tdk cukup ekplorasi dan bahkan tidak ada simulasi, padahal hal ini penting untuk memastikan tidak ada bolong2 misalnya dalam hukum acara terkait mekanisme restitusi dan layanan terpadu.

– Jujur, kami cukup tertatih dalam mengawal pembahasan, selain dibahas dengan waktu cukup singkat, juga ternyata tidak semua DIM yg dibahas. Dari 588, hanya 322 yg dibahas, selebihnya DIM yg statusnya “Tetap” atau “Redaksional” tidak lg dibahas. Sementara masukan dan catatan kritis kami tersebar disemua DIM.

– Hal ini jg diperparah dengan DIM Pemerintah yg di keep pemerintah dan baru dibuka tgl 24 Maret 2022. Padahal DIM sudah final dan sudah diserahkan ke DPR jauh jauh hari sebelumnya.
Seandainya saja, kami cepat mendapatkan DIM Final, mgkn lebih banyak lagi capaian advokasi yg bisa dihasilkan. Kedepan kami harap proses seperti ini tidak lg terjadi. Dan pemerintah bisa lebih terbuka sejak awal. Selain itu, tdk ada perwakilan masy sipil dalam Tim Pemerintah saat penyusunan DIM, berbeda dengan periode lalu, yg sempat melibatkan perwakilan JKP3 dan HWDI di Tim pemerintah .

– Namun dengan segala keterbatasan diatas, hal yg cukup melegakan adalah adanya dinamika
pembahasan ruu tpks di DPR yg kali ini sangat berbeda dng periode lalu. Hampir tdk ada resistensi terhadap RUU TPKS spt periode lalu. Tidak ada lagi Hoax yg beredar. Pembahasan kali ini begitu kondusif dan positif, 14 anggota panja yg terus hadir hingga akhir, menyampaikan pandangannya secara konstruktif, dan terbuka menerima masukan dari masyarakat sipil, bahkan diantaranya aktif menyuarakan usulan DIM versi masy sipil/ masukan kami yg kami sebarkan melalui brodcast WA selama pembahasan berlangsung. Dan tidak bosan menerima bahan2 lobby secara offline maupun online.😊

– Kami mengapresiasi kepada Anggota Panja, khususnya 14 anggota (dari total 40 orang) yang rajin hadir dalam pembahasan RUU TPKS hingga selesai, dan vokal menyampaikan isu2 yg kami perjuangkan, antara lain: Luluk Nur Hamidah (PKB), Taufiq Basari (Nasdem), ibu Esti Wijayanti, Rizky Aprilia (PDIP), mbak Christina, pak Supriansa (Golkar), Bpk.Hendrik & pak Sodiq (Gerindra), Bpk. Zainuddin Maliki (PAN) dan ibu Illiza Sa’afuddin (PPP), serta 3 pimpinan Baleg: Kakak Willy Aditya (Ketua Panja/Nasdem), Bpk M.Nurdin (PDIP) serta Bpk. Supratman (Ketua Baleg/Gerindra). Selain itu apresiasi juga kami sampaikan kepada Tim Pemerintah khususnya kepada Ibu Bintang, Mentri KPPPA beserta timnya, yang telah melead semua upaya dari sisi pemerintah dan membangun komunikasi dengan DPR, sehingga memungkinkan pembahasan RUU TPKS terjadi saat ini_* .
Juga apresiasi kepada Bpk. Eddie Hiariej (Wamenkumham) sebagai jubir pemerintah yg telah membantu mengakomodasi masukan kami, kecuali terkait pemaksaan aborsi dan perkosaan yg sejak awal beliau sudah kekeh menolak 2 bentuk KS ini diatur di RUU TPKS…😥

Jakarta, 13 April 2022,

Ratna Batara Munti,
Kordinator Advokasi Kebijakan, Asosiasi LBH APIK Indonesia,
Tim Eksekutif JKP3 & Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Lampiran
PP/Perpres prioritas sbb:

1. PP ttg Tata cara dan mekanisme penanganan, perlindungan dan pemulihan
2. PP ttg Dana Bantuan Korban
3. PP terkait Restitusi
4. Perpres ttg Penyelenggaraan pelayanan terpadu
5. Perpres ttg Pendidikan dan pelatihan bagi Aparat
Penegak Hukum dan Tenaga Layanan
6. Perpres ttg kebijakan nasional pemberantasan TPKS

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Menilik arti kemerdekaan dari ilusi Kekerasan Simbolik

Saya memaknai langsung, bahwasannya narsisme pejabat di jalan dalam bentuk sampah visual, hingga lenggak-lenggok mereka dalam balutan baju adat berharga selangit tak lebih dari kekerasan simbolik negara yang terus-menerus mengiritasi. Kekerasan yang  tidak hanya merusak pandangan kita namun juga nurani kita. Bagaimana tidak, setiap perayaan demokrasi, direduksi menjadi ‘coblosan’. Rasanya kita dibuat mati rasa, dan mati nurani karena terus-menerus dibombardir dengan banyaknya laku narsis para calon yang mengaku akan mewakili suara kita di arena pemilihan umum.

Buruh Perempuan Bicara KDRT

Meski era semakin maju, alat komunikasi semakin canggih, dimana kita bisa mengakses  informasi apapun. Meski sudah sering lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi perempuan mengadakan pendidikan, pemahaman