Mudik Lebaran Berujung Karantina Tanpa Upah

Covid 19 telah menjadi momok yang menyeramkan bagi rakyat Indonesia terutama untuk kaum buruh. Pekerjaan bisa lenyap setiap saat, hak bisa teramat mahal untuk diperoleh.

Hal itu pula yang dialami Budi, bukan nama sebenarnya, salah satu buruh di sebuah perusahaan elektronik di Karawang, yang memproduksi merk terkenal seperti SHARP.

Berawal dari libur lebaran, dimana mayoritas rakyat ingin menghabiskan pekan bersama keluarga di kampung halaman. Budi pun sama, ingin pulang kampung bertemu istri tercinta di Jogjakarta. Bukan ia tak mau patuh pada himbauan tidak mudik di masa pandemi, namun wabah ini sudah terlampaui lama memisahkan dirinya dengan istri dan keluarga. Hidup yang makin sulit, kering tanpa hangatnya keluarga membuat ia memutuskan mudik dengan mengendara motor dari Karawang ke Jogjakarta. Masker, sanitizer, vitamin adalah bekal yang selalu dibawa.

Setelah libur lebaran usai, hari pertama bekerja berlalu seperti biasa. Namun, di hari ke dua, bos mengharuskan buruh untuk rapid test antigen, sebelum beraktifitas kembali.

Maka, hari itu, tepatnya 17 Mei 2021, sekitar pukul 08.00 wib, seluruh buruh menjalani rapid test anti gen, yang diselenggarakan oleh PT.SHARP ELECTRONICS INDONESIA. Hasilnya seluruh karyawan di nyatakan negatif.

Akan tetapi, esok harinya, perusahaan melakukan pendataan ulang terhadap buruh yang mudik. Pihak perusahaan mencatat ada 15 buruh yang mudik. Sungguh angka yang ganjil. Budi tahu betul hampir seluruh temannya mudik.

“Kami di suruh cek lagi, untuk swab test PCR” Ujar Budi, sambil sesekali menghisap rokoknya yang sudah nyaris habis

Budi sempat melancarkan protes karena sebelumnya ia dan 14 temannya sudah dinyatakan negatif melalui rapid test. Namun menurut managemen ini sudah menjadi kebijakan perusahaan terkait kewajiban buruh yang mudik atau keluar kota, wajib melakukan swab test PCR dengan “biaya sendiri” .

“Padahal sebelumnya kami tidak tahu menahu soal kebijakan tersebut, karena tidak pernah diberitahukan oleh pihak management. Katanya kebijakan itu sudah dikeluarkan oleh pimpinan pusat melalui email perusahaan tertanggal 30 April 2021, tapi pemberitahuan email itu tidak ada sama sekali untuk buruh HRD kami tidak pernah mengumumkannya.”

Malang tak dapat ditolak, pada 19 Mei 2021, Budi dan 14 temannya terpaksa ikut swab test PCR, agar bisa bekerja kembali dengan biaya sendiri, di RS.HERMINA. Setidaknya Budi terpaksa merogoh koceknya sebesar Rp 750.000.

“Hasil nya 3 orang dinyatakan positif, termasuk saya” Ucapnya gelisah

“Akhirnya saya harus isolasi mandiri, karena pihak Rumah sakit tidak melakukan tindakan apa- pun. Juga perusahaan, tidak melakukan apa -apa”

Setelah isolasi mandiri selama dua Minggu, Budi kembali menjalani test Swab PCR sebagai syarat untuk masuk bekerja lagi

“Dan semuanya itu , biaya sendiri lagi” Tutur Budi sambil geleng kepala.

Hasilnya negatif.

Budi sempat meminta penggantian biaya tes Swab PCR, namun nihil. Gajinya dipotong untuk biaya swab dan selama karantina dua minggu ia tidak diupah.

“Kami buruh, kami pekerja, tapi kesehatan kami tidak dipedulikan, semua biaya sendiri, terus tanggung jawab perusahaan dimana sebagai tempat kami bekerja? Sudah seharusnya pemerintah hadir di sini, bukan hanya cuap-cuap di balik meja. Kami orang kecil butuh dilindungi, bukannya dikuliti.”

Oleh: Anggi

Sumber gambar: https://pngtree.com/unfamouzzz_7567548?type=1

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

NASIB BURUH KONTRAK HAMIL

Oleh Sri Sulastri (Adon)  Tak kunjung usai perjuangan seorang perempuan yang bekerja di pabrik dengan keadaan yang semakin sulit mendapatkan ‘Hak’, sebagai perempuan yang sedang

Sebuah Kisah dari Hasan

Oleh : Khamid Istakhori Tulisan ini, saya buat berdasarkan status facebook dari Hasan, mengenai pengalamannya bekerja selama 9 tahun di pabrik asbes di Karawang. Tiba-tiba,

NU di Masa 65 (Bagian 1) [i]

 (Tanggapan Atas Buku Putih, “Benturan NU-PKI 1948-1965”) Pengertian rekonsilasi yang benar adalah mengharuskan adanya pemeriksaan tuntas oleh pihak pengadilan, kalau bukti-bukti yang jelas masih dapat

Hidup, Tak Cukup Bertahan (1)

buruh masuk kerja di kbn cakung/putera/dok.dev.marsinah.id Oleh Muh Sanatiyusuf Aku tak tahu harus cerita mulai dari mana. Pengalaman hidupku penuh lika-liku. Sejak tahun 2001 aku

Sumber: https://pin.it/42kJV784f

Polemik UU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Selain itu, UU KIA tidak mengatur secara khusus hak buruh ibu yang bekerja di sektor informal. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor informal telah mencapai sekitar 82,67 juta orang (55,9%), dan didominasi oleh perempuan.