Search
Close this search box.

“Menulis adalah Keberanian Menyampaikan Kebenaran”

Tepatnya di hari Sabtu, di bulan Januari. Saya bersama teman- teman mengikuti pendidikan jurnalistik yang diselenggarakan Marsinah FM. Bersama – sama, kami naik kereta dari Stasiun Kota. Walaupun dalam keadaan hujan, kami tetap semangat. Sesampainya di Stasiun Bogor, kami sudah siap menimba ilmu. Dari Stasiun Bogor, kami menuju lokasi pendidikan.

Buat saya menjadi jurnalis itu tidak gampang, perlu cara-cara yang menarik buat kami kaum buruh dalam menuangkan tulisan. Apalagi, pengusaha banyak yang seenaknya saja pada buruhnya. Misal, kami menulis apa yang kami alami sebagai buruh, tentu tidak mudah. Selain keterampilan menulis, juga ada konsekuensi yang bisa saja kami terima, bila mana pihak perusahaan mengetahui berita yang kami tulis terkait situasi di perusahaan. Perusahaan, bisa mengintimidasi kami di tempat kerja, atau teman – teman kami yang lain, supaya tidak melakukan hal yang sama.

Namun, dalam tulisan ini, selepas pelatihan jurnalistik di Bogor, saya ingin menuliskan pengalaman saya sebagai buruh di sebuah perusahaan di KBN Cakung.
Selain menjadi buruh jahit, saya juga seorang ibu rumah tangga. Suatu kali, tiba-tiba saya dipanggil untuk menandatangani surat penghentian masa kontrak, saya menolak. Akhirnya, kontrak saya diperpanjang, namun saya dimutasi di bagian finishing, dalam masa percobaan satu bulan.

Waktu itu, saya tidak mau tanda tangan kertas itu, karena saya sudah bekerja selama dua tahun. Saya menanyakan ke PJ Line, saya minta bantuannya untuk menemui pengurus serikat. Kepada pengurus serikat, saya selanjunya menceritakan masa kerja saya,dan saya dianjurkan tetap tidak menanda tangani kertas itu. Sampai lima hari saya dipanggil ke ruangan personalia,dikawal oleh pengawas. Chief saya malah bilang ke saya ‘’Tidak tau malu kontrak sudah habis juga,kita tidak mau pakai kamu lagi,kerja kamu kurang bagus’’. Chief saya ngomong di depan personalia. Tapi saya tetap bersikkuh tidak mau menanda tangani surat itu. Sebagai buruh, kita diperlakukan semaunya, sehingga kita perlu menyiapkan diri untuk selalu optimis.

Pernah juga saya dikata-katain oleh personalia kalau saya tidak punya muka dan tidak punya malu. “Kalau atasan kamu sudah tidak mau pakai kamu lagi,masa kamu tidak mau tanda tangan”.

Namun saya tidak takut dengan ancaman itu.’’Bapak,saya sudah kerja selama dua tahun di sini,kalau memang kerja saya tidak bagus kenapa saya masih dipakai kerja di sini selama dua tahun lamanya, kenapa nggak dikeluarkan sejak dulu.”

Dan personalia bertanya masalah serikat, ia bertanya “Siapa ketua serikat kamu?”

Saya jawab ’’Sri…”

Dengan pengalaman itu kami sebagai buruh perlu berorganisasi, agar bisa dilindungi dan bisa dibantu kalau ada masalah, menghadapi perusahaan yang selalu seenaknya saja ke buruhnya. Berani melawan dan memperjuankan hak-hak kita,dan itulah motto kita.

Tulisan ini, salah satunya adalah untuk menyampaikan apa yang saya alami, proses perlawanan saya, didampingi serikat melawan status kerja kontrak. Tulisan ini adalah juga uji keberanian bagi saya, menyampaikan kebenaran, membagi pengalaman agar membawa manfaat buat teman – teman semua yang mengalami hal serupa. Terimakasih, Pendidikan Jurnalistik, sekarang saya tahu, menulis adalah keberanian menyampaikan kebenaran.

ditulis oleh Denawati, buruh KBN Cakung

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Keuntungan Ganda VS Beban Ganda

Oleh Dian Septi Trisnanti  Sri adalah salah satu buruh pabrik sekaligus ibu rumah tangga dengan tiga anak. Bekerja di pabrik sudah menjadi pilihannya semenjak remaja

Mari “Senyap”kan Kota mu

Sahabat Marsinah, sudah sekitar 300an komunitas mendaftar untuk memutar film Senyap pada 10 Desember 2014. Bagaimana dengan kamu dan komunitasmu?   Mari Senyapkan kota mu secara

Perempuan Tidak Akan Diam: Melawan Pemiskinan, Kekerasan, dan Kriminalisasi

“Kita sudah terlalu lama diam dan berharap pemerintah peduli, tapi justru makin banyak perempuan kehilangan pekerjaan, kehilangan hak, bahkan kehilangan nyawa! Kita turun ke jalan hari ini bukan hanya untuk protes, tapi untuk menuntut perubahan yang nyata,” tegas Ajeng, perwakilan dari Aliansi Perempuan Indonesia (API).

Sujatin, Penggagas Kongres Perempuan Indonesia

Sujatin, Penggagas Kongres Perempuan Indonesia Desember 27, 2013 by marsinahfm PEREMPUAN PELITA EDISI 26 Desember 2013 Salam setara sahabat marsinah, jumpa lagi bersama saya, Memey dalam

Cerita Harian Buruh Ibu

  Narasi Buruh Ibu Tahun 2021 adalah tahun penuh refleksi bagi saya pribadi. Situasi pandemi memaksa, setidaknya saya, untuk menatap layar HP yang menampilkan pointer,

Bedah Buku “Berlawan”

Senin, 22 April 2019. Siang ini, cuaca sangat terik. Panas menyengat kulit, pada setiap kita yang ada di Jakarta. Namun suasana berbeda dengan suasana di

Mahalnya Pendidikan di Tengah Pandemi

Pada suatu hari, anak pertamaku berkata padaku, “Mama uang kos dan SPP bulan Mei – Juni belum bayar” “Iya kakak sayang” Selama pandemi, jujur tak