Atly Serita aksi solidaritas di Kawasan Industri Ancol
Mukjizat Dari Tuhan
Memasuki tahun 2010, setahun sudah anakku yang ke dua bersekolah di SMU Pesantren. Adik iparku terkena musibah. Bisnis yang dijalankan tertipu dan bangkrut. Ia terlilit utang hingga ratusan juta. Istrinya yang juga adik kandungku saat itu dalam kondisi hamil. Akhirnya aku berinisiatif mengambil alih biaya dan kebutuhan sekolah anakku di pesantren. setiap bulan aku harus mengeluarkan biaya pesantren dan uang saku sebesar Rp 500.000,00. Rasanya berat sekali, karena anak pertama yang akan tamat SMIP (Sekolah Menengah Industri Pariwisata) juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Akhirnya aku putuskan bekerja di KBN Cakung. Pertama – tama aku bekerja di PT. BNA, sebuah pabrik garment. Selama seminggu di awal bekerja di KBN Cakung, aku merasa mual dan muntah karena melihat puluhan ribu buruh setiap masuk dan pulang kerja. Aku bertahan hampir dua bulan di PT. BNA. Itu dikarenakan aku kembali melawan pihak Manager karena upahku dibayar dengan dicicil. Rasanya aku marah sekali dan emosiku pun meledak. Bayangkan bila upah kita dicicil sementara biaya kebutuhan hidup anak-anak tidak bisa menunggu. Perusahaan benar-benar keterlaluan, tak peduli dengan kehidupan buruh yang terhimpit.
Setelah diPHK, aku merasa putus asa dan ketakutan kehilangan anak-anakku karena dianggap tak bisa membiaya hidup mereka. Hampir saja aku berbuat nekad dan melakukan dosa besar. Tapi doa anak-anak selalu menguatkanku. Saat itu, aku hampir saja tergiur dengan seseorang yang menawarkan bantuan uang untuk biaya hidup dan biaya Rumah Sakit anakku yang kedua, yang saat itu masuk Rumah Sakit karena DBD. Tapi bantuan itu bersyarat, yaitu aku harus menemaninya rapat di Puncak, Bogor, selama dua hari, berangkat hari Jumat sore dan pulang hari Minggu sore. Saat itu, aku sangat bingung, mau menerima demi anak -anak atau menolak tawaran itu. Aku pun diminta waktu selama tiga hari untuk memberi jawaban.
Namun, mukjizat dari Allah datang secara tiba-tiba. Salah satu Dokter memanggil ku dan menyarankan agar aku mengurus SKTM (Surat Keterangan Miskin) di Walikota agar biaya Rumah Sakit Islam Pusat bisa diringankan, tapi tidak bisa gratis karena Rumah Sakit Islam Pusat adalah Rumah Sakit swasta. Akhirnya, aku mengurus sendiri dan berhasil mendapatkan SKTM. Sisa biaya yan harus aku bayar bisa memperoleh swadaya dari pihak sekolah dan warga tempat aku tinggal. Bahkan, hingga anakku keluar dari Rumah Sakit, yang tersebut masih sisa.
Oleh Atly Serita