Koperasi Sebagai Media Pendidikan

“Koperasi adalah sarana untuk bertemu, berbagi pengalaman menjadi pengetahuan bersama” begitulah ungkapan Parti salah satu pengurus di Koperasi Sejahtera FBLP.

Sementara Iis yang juga adalah koordinator Koperasi Sejahtera FBLP menyampaikan bahwa “…berkoperasi adalah proses menyatukan ide dan gagasan, menampung pendapat-pendapat dari anggota, mendiskusikan bersama kemudian mengambil keputusan bersama, begitulah kami membangun demokrasi sesama anggota Koperasi”

Sementara Kesi menyampaikan bahwa “Berkoperasi adalah proses belajar, belajar sabar terutama jika kita menghadapi kawan-kawan anggota yang bermasalah, kesabaran dan ketegasan kita benar-benar diuji”.

Lalu Hartini menyampaikan bahwa “…kita ingin semua anggota koperasi bisa aktif, agar tidak ketinggalan dengan pengetahuan yang terus kita pelajari”.

Itu adalah ungkapan-ungkapan para pengurus Koperasi Sejahtera FBLP disela-sela pendidikan yang diselenggarakan selama 2 hari kemarin 24-25 Pebruari 2018, pendidikan ini bekerja sama dengan LDD (Lembaga Daya Dharma).

“…saya pernah terjerat rentenir dan saya bisa lepas dari jerat rentenir karena dibantu oleh Koperasi, dengan koperasi kita merasa tertolong…”Kokom sebagai anggota koperasi mengungkapkan rasa senangnya bisa keluar dari jerat rentenir.

Koperasi erat kaitannya dengan Serikat Buruh,keduanya bisa saling membutuhkan dan menguatkan dalam proses membangun peradaban manusia yang lebih baik. Koperasi adalah kumpulan orang-orang yang menentukan visi dan misi bersama. Uang bukan tujuan, tapi uang hanya sarana,karena keakraban dan solidaritas yang terbangun,itu yang utama.

Saat ada yang bertanya “Koperasimu berapa anggotanya?” maka kita mestinya bisa meluruskan pertanyaan itu menjadi pernyataan bahwa “Koperasi kami dimiliki oleh sekian anggota”,karena sejatinya bukan segelintir orang yang memiliki Koperasi,tapi Koperasi dimiliki oleh seluruh anggota,artinya seluruh anggota mempunyai kontribusi dalam menentukan maju mundurnya Koperasi.

Begitulah kami berbagi ilmu, sehingga pengetahuan ini menjadi milik bersama.

Ditulis oleh Gadis Merah

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

“Nak, Teman Mama Bukan Penjahat”

Bagus, anakku. Senang membaca ceritamu, kemarin hari. Tentang sekolah, tentang teman-temanmu. Selalu ada kisah di sekitar kita yang bisa jadi kenangan, baik atau buruk. Iya,

Darah Juang Khotimah di Muka Peradilan

“Sudah cukup, bapak Majelis Hakim” Teriak seorang perempuan paruh baya di sampingku. Namanya, Lita Anggraeni, seorang aktivis perempuan yang puluhan tahun memperjuangkan nasib PRT (Pekerja Rumah Tangga)

Menilik arti kemerdekaan dari ilusi Kekerasan Simbolik

Saya memaknai langsung, bahwasannya narsisme pejabat di jalan dalam bentuk sampah visual, hingga lenggak-lenggok mereka dalam balutan baju adat berharga selangit tak lebih dari kekerasan simbolik negara yang terus-menerus mengiritasi. Kekerasan yang  tidak hanya merusak pandangan kita namun juga nurani kita. Bagaimana tidak, setiap perayaan demokrasi, direduksi menjadi ‘coblosan’. Rasanya kita dibuat mati rasa, dan mati nurani karena terus-menerus dibombardir dengan banyaknya laku narsis para calon yang mengaku akan mewakili suara kita di arena pemilihan umum.