foto diambil dari http://www.zimbio.com/pictures/hOXlp-rcL71/Look+Silence+Green+Carpet+Arrivals+Zurich/xx2ypk7UbpI/Joshua+Oppenheimer
Oleh Joshua Oppenheimer*
Pemutaran film Senyap di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada 11 Maret 2015 yang terus berlangsung sekalipun mendapat tekanan dan intimidasi dari ratusan anggota ormas anti-komunis bagi kami adalah sebuah peristiwa yang memberikan pelajaran mengenai pentingnya mempertahankan hak-hak konstitusional dalam mendapatkan informasi dan berekspresi.
Kami harus angkat topi dan memberi hormat setinggi-tingginya kepada panitia pemutaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Rethor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka sungguh menjadi pahlawan dalam perjuangan menegakkan, bukan hanya kedaulatan akademik di lingkungan kampus, tetapi juga hak asasi manusia dan meneguhkan kembali semangat berdemokrasi di Indonesia sekaligus menghalau kekerasan. Salut untuk keberanian dan keteguhan mereka.
Bagi kami sendiri, tidak terlalu menjadi soal di sini film apa yang hendak diputar dan masalah apa yang hendak didiskusikan. Yang luar biasa dalam pemutaran film Senyap di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah keberhasilan mahasiswa, warga masyarakat Indonesia, mempertahankan hak-hak azasinya untuk berkumpul, berekspresi, dan mendapatkan informasi. Ini adalah salah satu hal penting dalam merawat demokrasi. Lebih hebat lagi, semua ini terjadi tanpa kekerasan.
Satu hal yang bisa didapat dari pihak pengancam yang gemar melakukan kekerasan dalam memaksakan kehendaknya membubarkan pemutaran atau pertemuan adalah ini: masyarakat luas semakin tidak suka dengan kehadiran mereka. Pihak-pihak ormas penggemar kekerasan yang kini pantas dijuluki “begal demokrasi” akan semakin terisolasi, dimusuhi, dan dijauhi.
Berita lanjutan mengenai polisi yang memburu panitia pemutaran menyusul gegap-gempita kemenangan para mahasiswa dan diramaikan dengan topik #JogjaMelawan sungguh memprihatinkan. Adalah sebuah ironi ketika polisi menganggap upaya panitia pemutaran dalam melindungi dan mempertahankan hak azasi manusia sebagai sebuah pelanggaran hukum. Mahasiswa dan kelompok masyarakat mana pun di Indonesia punya hak yang sama dengan tentara di Aula Kodim 0733 Semarang yang beberapa hari sebelumnya juga menonton film Senyap sekalipun pemutaran itu diselenggarakan untuk tujuan yang berbeda.
Perlu ditegaskan kembali, pemutaran yang diselenggarakan di UIN Sunan Kalijaga adalah sebuah pemutaran terbatas non-komersial. Surat penolakan seutuhnya film Senyap untuk diputarkan di bioskop yang diterbitkan oleh Lembaga Sensor Film pada saat yang sama menyebutkan bahwa film Senyap dapat diputarkan untuk kalangan terbatas. Panitia, penonton, dan masyarakat yang mendukung pemutaran film Senyap di UIN Yogyakarta dan di mana pun tidak melakukan pelanggaran hukum dalam mempertahankan hak konstitusionalnya. Tidak selayaknya polisi melakukan kriminalisasi terhadap mereka yang berpartisipasi menciptakan dialog yang sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan dan merawat demokrasi. Sebaliknya, polisi wajib melindungi mereka dari intimidasi dan ancaman pembubaran paksa dari pihak-pihak yang ingin memaksakan kehendaknya, apalagi jika intimidasi ini berpotensi menggunakan kekerasan.
Pemutaran film Senyap telah mendapatkan tekanan belasan kali sejak diputar secara luas di seluruh Indonesia 10 Desember 2014 lalu. Penonton yang batal menonton di pemutaran terbuka pada akhirnya dapat dengan mudah mengadakan pemutaran terbatas dengan DVD yang kami kirimkan kepada mereka. Sampai hari ini tercatat telah diselenggarakan ribuan kali, dan tiga ratusan di antaranya adalah pemutaran terbuka.
Intimidasi dan teror tidak pernah berhasil menghalangi gagasan, seperti film, yang sudah tiba waktunya untuk mencapai penontonnya.
* Sutradara film Jagal dan Senyap
Tulisan ini sebelumnya dipostind di akun FB Joshua Oppenheimer dan dipublikasikan di dev.marsinah.id atas sepengetahuan Joshua