Tias di pembukaan Obor Marsinah/dok liputan6.com
Oleh *Tiasri Wiandani
Bekerja, Memperbaiki Nasib
Saya seorang buruh perempuan dari salah satu perusahaan garment yang merupakan perusahaan padat karya. Perusahaan tempat saya bekerja berada di Kota Tangerang.Saya sudah bekerja selama kurang lebih 16 tahun. Sebelumnya saya juga pernah bekerja di perusahaan sepatu yang berada di Kota Tangerang, tetapi hanya sekitar 1,5 tahun (18 bulan). Setelah dari pabrik sepatu baru pindah bekerja di perusaan garment.Tujuh belas tahun lebih saya telah menjadi seorang buruh. Dan tidak pernah mudah menjadi seorang buruh perempuan.
Awal bekerja, saya selalu menurut dan patuh dengan perintah atasan karena masih ingin tetap bekerja.Awalnya saya hanya bekerja membuang benang di produksi. Setiap jam istirahat sebelum bel jam kerja, saya selalu belajar menjahit. Saya tidak mau selamanya bekerja hanya bisa membuang benang saja. Akhirnya saya bisa menjahit dan dipindahkan menjadi operator jahit di departemen produksi.Setelah bisa menjahit dan bekerja di bagian produksi, kemudian saya dipindahkan di bagian sample. Di bagian sample membuat saya semakin mempunyai keahlian dalam proses menjahit.Di bagian semple inilah saya mulai mempunyai keinginan untuk melanjutkan kuliah dengan tujuan memperoleh posisi kerja yang lebih baik.
Menjadi buruh tidak merubah situasi hidup keluar dari kemiskinan. Saya harus pergi pagi dan selalu pulang malam hari untuk bekerja dan lembur. Bahkan saat akan ekspor, harus pulang pagi untuk mengejar pengiriman. Situasi dan rutinitas ini saya alami selama bertahun-tahun. Meski terasa lelah dan sakit, saya tetap bertahan. Saya harus tetap bekerja demi orang tua dan mimpi untuk sebuah perubahan dalam hidup yang lebih baik. Saya ingin bisa melanjutkan kuliah yang selama ini menjadi harapan dan cita-cita. Dengan upah yang minim, saya mencoba untuk masuk kuliah pada tahun 2008 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, jurusan ekonomi. Keinginan bekerja di kantoran meskipun bekerja di dalam pabrik dengan harapan mendapat posisi karir dan upah yang lebih baik.
Setelah kuliah, saya mulai kehilangan sebagian penghasilan upah lembur. Saya harus kuliah di hari Sabtu, sehingga harus ijin tidak lembur setiap hari Sabtu. Bekerja sambil kuliah memang sangat menguras tenaga dan energi. Hampir tidak ada waktu untuk berkumpul dan bersenang-senang bersama teman-teman buruh yang lain. Setiap hari Minggu, saya menghabiskan waktu untuk membereskan kontrakan, belajar, dan mengerjakan tugas kuliah. Karena keinginan untuk pekerjaan yang lebih baik, maka saya harus menjalani semuanya meskipun terasa berat. Teman-teman kuliah dan Dosen selalu memberikan dukungan dan semangat.
Mengenal Serikat, Berubah Mimpi dan Cita
Pada tahun 2009 saya mulai mengenal organisasi serikat buruh dan mulai tertarik untuk lebih mengetahui apa itu serikat buruh. Saya sering datang ke sekretariat serikat buruh pada jam istirahat dan pulang kerja. Saya sering diskusi dan bertanya pada ketua serikat. Kantor serikat buruh berada di dalam perusahaan. Nama serikat buruh yang ada di dalam perusahaan adalah Serikat Pekerja Nasional (SPN). Setelah mengenal organisasi serikat buruh, keinginan saya untuk berkarir di perusahaan mulai berubah.Saya mulai mengerti kenapa dan mengapa serikat buruh itu ada di perusahaan. Ternyata jam kerja yang berlebih dan perlakuan kasar dari atasan merupakan sebuah bentuk pelanggaran. Hal tersebut saya sadari setelah mengenal dan memgerti fungsi keberadaan serikat di perusahaan.
Setelah saya mengenal dan memahami arti berorganisasi untuk buruh, maka saya mulai memupus keinginan untuk berkarir di perusahaan. Saya mulai tertarik untuk bergabung di dalam organisasi serikat buruh yang ada di perusahaan. Tahun 2009 saya mulai aktif mengikuti rapat-rapat perwakilan anggota.Keinginan untuk aktif dan masuk menjadi pengurus serikat buruh saya sampaikan pada ketua yang pada saat itu terpilih. Pada tahun 2010 saya mulai masuk dan terpilih menjadi salah satu pengurus serikat buruh di perusahaan. Saya terpilih untuk masa jabatan 2010 sampai dengan 2013. Sejak tahun 2010, saya mulai mendapat pendidikan tentang organisasi serikat buruh. Pertama kali saya mengikuti pendidikan adalah pendidikan dengan ACILS (American Centre for International Labour Solidarity) di Bogor. Saya menggantikan peserta dari Serang yang tidak bisa hadir karena sakit.
Setelah dengan ACILS, saya diikutsertakan pendidikan dengan Kapal Perempuan pada tahun 2010. Saya lulus dari seleksi calon peserta pendidikan Kapal Perempuan. Saya mengikuti pendidikan yang diselenggarkan oleh Oxfam dan Kapal Perempuan dari tahun 2010 sampai dengan 2013. Pendidikan ini dilakukan secara berkala dan berjenjang dari pendidikan dasar, pendidikan seks dan gender, pendidikan hak buruh perempuan, pendidikan advokasi hak buruh perempuan, danpendidikan kepemimpinan buruh perempuan.
Pada tahun 2012, saya juga pernah bergabung di dalam pendidikan yang diadakan oleh ICEM (International Federation of Chemical Industry Workers/ Federasi Pekerja Industri Kimia Internasional).Pendidikan dengan ICEM mayoritas pesertanya adalah laki-laki dan terdiri dari berbagai serikat yang ada. Ini adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Jika saya hanya memikirkan karir dan bekerja sebagai buruh yang patuh, maka hal ini tidak pernah saya dapatkan. Saya mulai vokal dan lantang saat membela hak buruh yang dilanggar oleh perusahaan, terutama hak buruh perempuan. Karena vokal dan lantang, saya dimusuhi oleh atasan dan pemilik perusahaan.
Salam Perjuangan untuk Kesejahteraan dan Kesetaraan
Tangerang, 12 Maret 2015
* Penulis adalah Pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) di perusahaan.