“Perusahaan merugi, kami harus melakukan Efisiensi” adalah kalimat yang selalu menjadi pembuka untuk perusahaan melakukan “PHK” sepihak kepada buruh. Kalimat itu menjadi dalil untuk memaksa buruh memahami dan mengerti kondisi perusahaan dan menerima alasan mengapa mereka tidak lagi bisa bekerja lagi karena “merugi”. Kenapa efisiensi selalu dijadikan alasan perusahaan untuk melakukan PHK? padahal perusahaan bisa memotong dividen pemilik modal, mengurangi gaji direksi, memangkas insentif komisaris.
Istilah PHK karena “efisiensi” juga dibenarkan di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ketika perusahaan mengalami masalah ekonomi, serta perusahaan masih berusaha untuk melindungi nama dan citra baik perusahaan tanpa memikirkan bagaimana nasib buruh yang menjadi tumbal PHK karena “efisiensi”. Buruh yang sudah bekerja selama tahunan, bahkan puluhan tahunitu telah menghasilkan kekayaan bagi perusahaan, yang bisa menyekolahkan anak anak para pimpinan di sekolah dengan standar nomor satu “1”. Namun, justru para buruh penghasil kekayaan para pemod itulah yang pertama kali di buang ketika ekonomi goyah.
PHK, Semua Bisa Kena
Marsinah.id di dalam Live IG nya tanggal 17 Oktober 2024 kembali membawa tema tentang “Gelombang PHK dan Krisis Pekerja: Dari Bandara hingga Pabrik Padat Karya”, dan menghadirkan dua narasumber yaitu Kokom Komalawati, aktivis buruh perempuan dan Christian, pengurus Federasi SPBI (Serikat Pekerja Bandara Indonesia). Dulu Christian bekerja sebagai awak kabin di salah satu maskapai penerbangan domestik. Ternyata industri transportasi udara juga tidak luput dari Pemutusan Hubungan Kerja dan masih belum semua mendapatkan kepastian status kerja.
Christian adalah salah satu korban PHK yang berani bersuara. Ia berujar, buruh yang bekerja di perusahaan cukup besar seperti “citilink” pun berada dalam posisi rentan. Terutama ketika kontrak bisa diakhiri lebih awal tanpa prosedur yang jelas atau tanpa kompensasi yang wajar.
“Hal yang harus kita sampaikan berkali kali kepada kaum buruh adalah PHK bukan hanya memutus hubungan antara buruh dengan perusahaan, tapi soal hidup manusia dimana buruh tidak bisa lagi membayar sewa rumah, anak buruh terancam putus sekolah bahkan kehilangan ruang untuk bermimpi.” Ungkap Christian.
PHK adalah Kejahatan Kemanusiaan
Dari tahun ke tahun, ribuan angka buruh di PHK dan gelombang PHK hari ini tidak jatuh dari langit, bukan sebuah musibah, bukan pula bencana alam. Ini adalah hasil kebijakan satu rezim kapitalis yang mengorbankan manusia untuk meraup keuntungan yang berlipat lipat ganda. PHK terjadi hampir di semua sektor dari bandara hingga pabrik padat karya, dari maskapai besar hingga industri garmen dan tekstil.
Pemerintah membuat narasi bahwa ini adalah konsekuensi pasar ekonomi global, Katanya pasar sedang sulit. Katanya perusahaan harus bertahan. tapi bagaimana buruh dan keluarganya harus bertahan? sedangkan negara hanya menonton dan diam sambil terus menghitung jumlah buruh yang di PHK.
Di balik angka ada cerita. Dari pekerja bandara yang seragamnya kini tergantung di lemari, dari ibu-ibu buruh garmen yang kembali ke kampung karena pabrik pindah ke kota dengan upah lebih murah. Dari sopir layanan bandara yang berubah jadi kurir. Dalam diskusi selama 1,5 ini kita bisa melihat, bahwa buruh dipaksa untuk mandiri. Mandiri dalam memperjuangkan haknya.
Kokom Komalawati, yang juga korban PHK menegaskan, bahwa PHK adalah kejahatan kemanusian. Buruh yang diPHK masih harus berjuang untuk mendapatkan haknya. Mereka masih harus tetap mengikuti prosedur yang telah disiapkan oleh negara. Buruh dituntut untuk sanggup beracara di pengadilan, harus sanggup menyakinkan Dinas Ketenagakerjaan bahwa apa yang dilakukan perusahaan adalah salah. Mereka dipaksa untuk mencari cara sendiri untuk bisa menang dari semua kamuflase perusahaan.
Buruh selalu dalam posisi yang tidak menguntungkan, dimana yang sudah di PHK harus bertahan dan melawan. Sementara yang masih bekerja, seperti sedang menghitung hari kapan kontraknya akan habis dan yang pasti ketika buruh diam, maka itu menjadi “jalan” bagi pengusaha untuk semakin berani memangkas hak buruh. Mengakhiri live IG malam itu, Kokom berseru “Jangan diam. LAWAN!”










