Selamat Hari Ibu untuk ibu dan semua perempuan di Indonesia. Sambil berharap-harap cemas, tidak ada lagi ibu hamil yang keguguran di tempat kerja karena kejar target, tidak ada lagi ibu hamil yang terpaksa meregang nyawa ketika melahirkan akibat perdarahan, eklampsia (keracunan kehamilan) dan infeksi saat melahirkan. Tidak ada lagi Ibu menyusui yang terpaksa memasangkan pembalut atau kain jarik di payudaranya agar tidak membasahi baju seragam sambil terus mengejar target. Tidak ada lagi Ibu hamil yang ter PHK karena ketahuan hamil. Pun, masih berharap cemas, tidak ada lagi perempuan yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual baik di tempat kerja, rumah, angkutan umum dan di jalanan. Dan, agar tidak ada lagi kekerasan pada perempuan di rumah tangga, serta deretan lebih panjang lagi persoalan perempuan.
Harapan, meski dalam kecemasan, masihlah baik bila masih hadir di tengah kita. Sebab,dari harapanlah kita akan mengurainya menjadi serangkaian langkah untuk merubah kondisi yang memilukan ini. Mari kita lihat Angka Kematian Ibu yang di tahun 2013 yang masih mencapai 5.019 jiwa, meski kabarnya pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan Jampersal (Jaminan Persalinan), yang katanya gratis bagi seluruh ibu yang hendak melahirkan. Dan mari kita cek di lapangan, seberapa banyak dari kita, keluarga kita, tetangga kita, teman kerja kita mendapatkan fasilitas ini. Tak hanya Jampersal, mari kita cek brosur dari Kementerian Kesehatan terkait kesehatan reproduksi di tempat kerja. Seberapa banyak brosur ini tersebar di tempat – tempat kerja dan diserap sebagai informasi/ pengetahuan bagi perempuan pekerja. Seberapa sering Negara hadir dalam setiap pelanggaran hak perempuan pekerja terkait tubuhnya, kesehatan reproduksinya dan hak – hak nya yang lain.
Hari Ibu, semestinya menjadi hari merayakan pencapaian terkait kemajuan perempuan baik secara kesehatan, kesetaraan, maupun partisipasi. Namun, bila pada akhirnya persoalan perempuan semakin bertambah, semakin darurat dan menahun. Maka, biarlah kita merayakan proses perjuangan pembebasan perempuan itu sendiri. Tentang dia, dia dan dia yang menjadi bagian barisan perlawanan melawan penindasan perempuan dan rakyat. Merayakan upaya untuk terus menemani korban jadi pejuang di setiap lini kehidupan. Dari ranah privat hingga ranah publik. Agar, kondisi darurat perempuan segera mendapat respon darurat, sehingga perubahan kondisi bisa terjadi dan makin banyak yang terlibat.
Di hari Ibu ini, kami dari Marsinah FM bersama dengan Perempuan Mahardhika dan FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik) akan menyelenggarakan Konferensi Perempuan Pekerja dengan tiga tema besar, yaitu (1) Kerja Paksa; (2) Kesehatan Reproduksi; (3) Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Kami memilih tiga tema besar ini untuk mendalami penindasan perempuan pekerja yang terkait dengan proses penindasan sistem kapitalisme yang mengeksploitasi pekerja perempuan dalam beragam bentuk, seperti kerja lembur tak dibayar, target tinggi atau bentuk lainnya di sektor industri yang berbeda. Mencoba pula mengurai dan mendalami kerja yang tak pernah dianggap sebagai kerja, yaitu kerja rumah tangga atau kerja reproduksi. Bila kita bisa menghitung nilai lebih kerja di area produksi untuk mengukur seberapa dalam eksploitasi dan perampasan kerja kapitalisme. Lalu bagaimana mengukur nilai kerja yang sudah diberikan oleh kaum perempuan di area reproduksi? Seberapa banyak kapitalisme diuntungkan dalam proses pencetakan tenaga kerja baru di area reproduksi yang disucikan dalam bingkai patriarki. Kami menamainya Kerja Paksa. Persoalan perempuan, tak lepas dengan persoalan tubuh, dimana setiap manusia dikandung di dalamnya dan kita sebut dengan rahim. Tapi seberapa dalam perhatian kita terkait tubuh perempuan, kesehatannya, perawatannya. Seberapa besar pemerintah kita dan diri kita sendiri peduli pada kesehatan reproduksi ibu kita,pasangan atau istri kita, saudara perempuan kita, rekan kerja kita atau anggota serikat buruh kita. Apakah rahimnya baik-baik saja, sudahkah mendapatkan pelayanan papsmear, sudahkah memilih alat kontrasepsi atas kesadarannya sendiri. Seberapa peduli pemerintah kita, organisasi kita atas kesehatan reproduksi perempuan, yang tercermin dalam program dan pelaksanaan program. Ataukah kita jauh lebih banyak mempersoalkan betapa kurus dan gemuk teman perempuan kita, pasangan kita,saudara kita dibanding persoalan kesehatan reproduksinya yang tiap hari sebenarnya selalu terancam karena kondisi kerja yang buruk, perlindungan dari Negara yang nyaris tidak ada dan pelayanan kesehatan yang buruk. Bicara tentang Kesehatan Reproduksi Perempuan, artinya kita sedang bicara tentang masa depan manusia. Masa depan kita. Pun, tubuh perempuan sampai detik ini masih diletakkan sebagai obyek seksual dan pemikiran ini terus hidup dalam budaya masyarakat kita. Dari ranah Negara hingga ranah privat. Tak heran setiap kali terjadi kasus perkosaan, lebih banyak pejabat yang memberi pernyataan menyalahkan korban dibanding membela korban. Bahkan, di kalangan masyarakat, tak sedikit yang menyalahkan dan menyudutkan korban. Paling tidak, berdasarkan pengalaman kami dalam diskusi hunian, curhat dan bedah kasus, kekerasan seksual di tempat kerja masih terjadi, namun masih tersimpan rapi di balik deru mesin pabrik. Tahun lalu, 2013, kemudian dinyatakan sebagai tahun darurat kekerasan seksual. Dan masih dibutuhkan proses panjang agar membuahkan respon darurat kekerasan seksual karena masih belum menjadi kepentingan banyak orang.
Adalah kita, anda dan anda, Ini bukan hanya persoalan gerakan perempuan, ini persoalan rakyat, persoalan pekerja, persoalan tani, persoalan mahasiswa. Ini persoalan bersama. Khusus bagi kalangan pekerja, dalam hal ini serikat pekerja, karena konferensi yang kami selenggarakan adalah Konferensi Perempuan Pekerja, kami mengundang untuk hadir, duduk bersama, belajar bersama dan berjuang bersama. Kepada perempuan pekerja, bertepatan dengan Hari Ibu, jangan gentar, kepakkan sayapmu, terbanglah tinggi. Hambatan selalu ada. Tapi kerja keras kita di balik tembok-tembok pabrik, di tengah deru mesin – mesin, dan tangan kita yang mengeras oleh baju cucian, piring cucian, gagang sapu, panasnya penggorengan, jelinya kita mengatur keuangan menunjukkan tepat di depan mata kita. Bahwa kita punya energi yang sama untuk merubah kondisi, merebut kemerdekaan, kesetaraan dan kesejahteraan.
Tabik.