21 Juli 2020 adalah tepat satu tahun “Penutupan Tenda Juang Buruh Hansae”.
Sebuah tenda sederhana beratap spanduk-spanduk bekas itu, tepat berdiri 9 Mei 2019 – 21 Juli 2019. Tenda ini berhasil didirikan setelah melalui perdebatan sengit dengan aparat keamanan. Tenda inilah yang kemudian menjadi tempat konsolidasi, tempat pendidikan politik, tempat menyusun siasat perlawanan. Di tenda juang ini jugalah, ratusan buruh yang mayoritas perempuan menyusun rencana-rencana, kapan mereka harus aksi di depan pabrik, keliling kawasan industri, dan aksi-aksi ke dinas tenaga kerja Jakarta Utara.
Mereka, ratusan buruh PT. Hansae Indonesia Utama yang tergabung dalam serikat FBLP – KPBI bukan tanpa alasan mendirikan tenda juang tepat di samping pintu gerbang pabrik. Berjaga bergiliran selama 24 jam bertarung dalam penat, dinginnya malam, nyamuk-nyamuk liar, juga teriknya matahari.
Bukan cuma itu, mereka berhadapan dengan preman, juga aparat keamanan yang terus mendesak agar tenda dibubarkan dengan dalih mengganggu zona hijau, serta keamanan dan ketertiban. Mereka adalah buruh-buruh yang memiliki keberanian dengan mempertahankan kekompakan untuk memperjuangkan hak atas pesangon yang manusiawi, lantaran perusahaan menutup pabrik dengan sepihak.
Semangat dan keberanian mereka, sanggup menghalau dan menghadang asset-asset pabrik yang akan dikeluarkan oleh Pengusaha. Betapa beraninya para buruh ini berdiri berjajar di depan pintu gerbang, berhadap-hadapan dengan mobil-mobil box, yang hendak membawa mesin keluar dari lokasi pabrik. Mereka sanggup menghadang dan menggagalkan mesin itu keluar pabrik. Sungguh keberanian yang mengharukan, sebagian mereka bahkan sedang hamil.
Kesulitan untuk bertahan hidup karena upah sudah tidak dibayarkan, sejak tenda didirikan, tidak menjadi hambatan untuk terus maju memperjuangkan hak. Banyak sekali pihak yang bersolidaritas atas perjuangan ini, kawan-kawan lintas organisasi buruh, mahasiswa, pemuda, pelajar, perempuan, lintas keyakinan, wilayah bahkan individu memberikan empati atas perjuangan ini. Bukan cuma dana yang terhimpun untuk bertahan hidup di tenda juang, tapi juga sembako, dan energi kawan-kawan yang datang silih berganti.
Belasan kali Perundingan Bipartite, dua kali sidang Mediasi digelar dengan penuh harap. Hingga keluar surat anjuran dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara, namun Anjuran Sudinaker tersebut tidak sesuai dengan tuntutan buruh. Lembar-lembar kertas anjuran itu, menunjukkan bahwa pejabat negara dan pengusaha tidak memberikan penghargaan apalagi penghormatan atas masa kerja buruh. Ya, masa kerja yang sudah membuat buruh tereksploitasi, demi mengejar target produksi, demi kwalitas yang memadai, hingga laku di ekspor dengan pangsa pasar internasional dengan harga yang fantastis.
Semua yang tampak sulit itu, nyatanya toch sanggup dilalui hingga kawan-kawan berhasil memperoleh apa yang kawan-kawan inginkan. Hingga akhirnya kawan-kawan memaknai, ternyata bukan cuma nominal yang kawan-kawan dapatkan, tetapi jauh melampaui deretan angka. Yaitu pengalaman juang yang begitu dalam, tentang kerja keras, kerja sama dan solidaritas.
Saat ini, sudah setahun proses juang berlalu. Saya yakin, kawan-kawan merindukan masa-masa kita bercengkerama dan membaca buku di tenda. Kawan-kawan pasti merindukan ibu posko yang sabar dan telaten mengatur keseharian posko. Merindukan masak dengan lauk alakadarnya, namun tidak mengurangi nikmat saur dan buka puasa bersama. Saya yakin, kawan-kawan merindukan bakwan, tahu/tempe goreng, dan sambel kacang khas tenda. Juga berlebaran di tenda juang.
Tapi bukan cuma itu, saya juga yakin kawan-kawan merindukan baris berderet rapi menggunakan baju merah, berdiri tegak di atas mobil komando, melakukan rally kawasan, orasi bergantian hingga keluar seluruh amarah dan kejengkelan kita terhadap penguasa dan pengusaha. Kawan-kawan juga pasti merindukan anak-anak muda sederhana yang tak pernah lelah menemani kita siang dan malam, untuk menjaga asset pabrik, berhadapan dengan aparat dengan komitmen juang yang hebat. Kita menyadari betul, bahwa semua kawan berharga – semua kawan menjadi istimewa.
Dari titik juang ini, setidaknya kita bisa menarik kesimpulan:
• Bahwa tidak ada perjuangan dan pengorbanan yang sia-sia. Hasil yang di dapat, tidak pernah menghianati dari proses juang yang di lakukan.
• Sejujurnya, tidak ada buruh yang tidak punya masalah. Pilihannya adalah, kita hendak menyerah diperlakukan sewenang-wenang dan tidak manusiawi atau kita menunjukkan keberanian untuk melakukan perlawanan secara kolektif. Dan kawan-kawan buruh Hansae, telah menunjukkan sikap terhormat dan revolusioner dengan tidak menyerah. Kenapa? Karena kawan-kawan tidak ingin mewarisi generasi kita dengan ketakutan dan sikap menyerah. Karena jika itu terjadi, maka kita sedang mempersiapkan generasi kita untuk menjadi budak di negara kita sendiri.
• Pada titik ini, kita memaknai bahwa perjuangan adalah jangka panjang. Ini hanya bagian dari 1 masalah kecil yang terjadi terhadap rakyat. Sehingga, pengalaman juang ini seyogyanya menjadi alur untuk terus berjuang secara berkelanjutan. Sebagai masyarakat urban, dimana sebagian besar kita datang ke kota, meninggalkan anak atau keluarga menjadi buruh, karena di desa-desa kita tidak ada lapangan kerja yang memadai.
Teruslah meramu amunisi juang, di mana pun kawan-kawan berada. Salam hormat Untuk kawan-kawan sekalian.
21 Juli 2020
Jumisih