Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK)
Aksi cor kaki menggunakan semen kembali dilakukan di Jakarta pada Rabu (9/5) oleh para petani dari Pegunungan Kendeng Jawa Tengah. Sedikit berbeda, kali ini yang di cor kakinya bukanlah para petani kendeng langsung, melainkan para dosen, mahasiswa dan aktivis, sedangkan Para Kartini Kendeng yang merawat para akademisi yang di cor. Aksi cor kaki kali ini, dilakukan di depan Kedutaan Besar Jerman. Aksi ini untuk memprotes rencana penambangan dan pendirian pabrik semen oleh perusahaan Jerman terhadap Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Perusahaan Jerman, HeidelbergCement AG melalui perusahaannya di Indonesia yaitu PT. Indocement Tunggal Perkasa, setidaknya sejak 2011 berencana menambang Pegunungan Kendeng dan mendirikan pabrik semen. Rencana itu sendiri, akan dikerjakan anak perusahaan Indocement yaitu PT. Sahabat Mulia Sakti. Lokasi pabrik dan penambangan seluas 2.843 Hektar itu berada di dua Kecamatan yaitu Kayen dan tambakromo, Kabupaten Pati.
Cor kaki yang dilakukan oleh lingkup akademisi baik dosen, mahasiswa dan aktivis adalah bentuk pernyataan sikap dunia akademik, yang akan selalu mendukung perjuangan Petani Kendeng dalam mempertahankan lingkungan. Selain itu, para insan akademik hendak menyatakan bahwa Petani Kendeng tidak sendiri dalam memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya. Aksi ini juga hendak menyoroti proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang pada 2016 lalu, diperintahkan Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik di Pegunungan Kendeng. KLHS tahap II sampai saat ini belum diselesaikan oleh Pemerintah sehingga menjadikan konflik terus berlarut-larut.
Aksi cor kaki ini, Mendesak pihak Republik Federal Jerman agar menghentikan pendanaan dan proyeknya di Pegunungan Kendeng. Para insan akademik ini juga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia harus sesegera mungkin merilis KLHS tahap II sebagai pertanggungjawaban akademik dimana KLHS merupakan sebuah dokumen kajian akademik. Selain itu, terlepas adanya KLHS, Pemerintah dituntut agar segera membuat kebijakan untuk menghentikan semua rencana pendirian pabrik semen dan penambangan di Pegunungan Kendeng, termasuk rencana Indocement di Pati dan pabrik semen PT. Semen Indonesia di Rembang. Alasannya karena :
Pertama, karena Jokowi tidak hanya memerintahkan KLHS, namun juga memerintahkan moratorium.
Kedua, karena prinsip utama dalam lingkungan, yaitu Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle) dimana fakta fisik Pegunungan Kendeng secara jelas sebagai Kawasan yang wajib dilindungi.
Ketiga, karena fakta bahwa produksi semen di Indonesia sudah over produksi.
Keempat, tentu karena rencana eksploitasi Peg. Kendeng akan berdampak buruk bagi warga dan Petani Kendeng.
Kelima, karena fungsi kawasan karst untuk pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana Permen ESDM No. 17/2012 tentang Penetapan KBAK.
Rencana itu berpotensi merusak ekosistem karst (Gunung Kapur yang wajib dilindungi) yang merupakan pegunungan purba, yang berfungsi lindung sebagai penyerap, penyimpan dan penyalur air. Air akan terdistribusi lewat sungai bawah tanah menuju ratusan mata air dan kemudian digunakan warga sekitar baik untuk pertanian para petani kendeng dan digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari warga.
Tahun 2015, warga sempat mengajukan gugatan terhadap Izin Lingkungan PT. SMS (Indocement), yang dimenangkan warga di PTUN Semarang. Namun pada 2017, Putusan Kasasi MA mengalahkan warga. Putusan ini dirasakan tidak berpihak pada warga dan alam karena tidak sedikitpun mencermati fakta ratusan mata air, sungai bawah tanah dan ekosistem karst Kendeng. Selain itu, putusan MA tersebut tidak mempertimbangkan fakta bahwa 67 Persen warga sekitar yang menolak rencana pabrik semen dan penambangan, ini menunjukkan konsen warga. Artinya, seakan negara lupa, bahwa negara ini adalah negara berkedaulatan rakyat dimana tuan sesungguhnya adalah rakyat, dan rakyat sudah menentukan.
TTD
1. Suraya Afif, PhD. (FISIP UI)
2. Dr. Herlambang P. Wiratraman (FH UNAIR)
3. M. Said, SH.,MH. (FH Univ. NU Jakarta/Pustokum)
4. Iman Prihandono, PhD (FH UNAIR)
5. Dr. Rikardo Simarmata (FH UGM)
6. Dr. Eko T. Paripurno (UPN Yogyakarta)
7. Dr. Widodo D. Putro (FH Univ. Mataram)
8. Dian Noeswantari, MPAA (Pusham Ubaya)
9. Dr. Andri G. Wibisana (FH UI)
10. Wahyu Nugroho, SH., MH. (FH USAHID Jakarta)
11. Dr. Ahmad Redi (FH UNTAR)
12. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (FH UI)
13. Mirza Satria Buana, PhD. (FH ULM Banjarmasin)
14. Manunggal K. Wardaya, LLM. (FH UNSOED Purwokerto)
15. Eko Riyadi, MH. (Pusham UII)
16. Al Hanif, PhD. (FH Univ. Jember/Ketua Sepaham Indonesia)
17. Dr. Ratna Saptari (Univ Leiden)
18. Dr. Lidwina Nurtjahjo (FH UI)
19. M. Shohibuddin, M.Si (Pusat Studi Agraria IPB)
20. Prof. Dr. PM Laksono (UGM)
21. Dr. Titiek Kartika (Univ. Bengkulu)
22. Dwi Rahayu K, SH., MA. (FH UNAIR)
23. Franky Butar-Butar, SH., MDev. (FH UNAIR)
24. Haidar Adam, SH., LLM. (FH UNAIR)
25. Muktiono, SH., M.Phil. (FH UNIBRAW)
26. Dr. Tristam P. Moeliono (FH UNPAR)
27. Prof. Bambang Hidayat (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia/AIPI)
28. Dr. Selly Riawanti (UNPAD)
29. Dr. W. Riawan Tjandra (FH Univ Atma Jaya Yogyakarta)
30. Dr. Zainal Arifin Mochtar (FH UGM)
31. Muhammad Taufiqurrohman, M.Hum (FIB Unsoed)
32. Amira Paripurna, PhD. (FH UNAIR)
33. Benny D Setianto (FHK Unika SOEGIJAPRANATA )
34. Syukron Salam, SH., MH (FH UNNES Semarang)
35. Anton Novenanto, PhD. (FISIP UNIBRAW)
36. Dr.Haris Retno, SH., MH (FH UNMUL)
37. Herdiansyah Hamzah, SH., LLM (FH UNMUL)
38. Warkhatun Najidah, SH., MH (FH UNMUL)
39. Yahya A. Saputra SS M Hum (Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta FIB UI)
40. Bivitri Susanti, SH., LLM. (Jentera School of Law, Jakarta)
41. Dr. Iman Koeswahyono, SH. (FH UNIBRAW)
42. Syamsul Hidayat SH MH (Univ. MATARAM)
43. Mia Siscawati, PhD. (UI)
44. Prof. Bambang Hudayana (UGM)
45. Sri Lestari Wahyuningrum, PhD. (UI)
*Contact Person :*
Giyem (Petani/JM-PPK) – 085228043373
Haidar Adam, S.H., L.LM (Akademisi FH Unair) – 081230983222
Merah (Jaringan Advokasi Tambang/JATAM) – 081347882228
Isnur (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI) – 081510014395