Search
Close this search box.

Di Balik Lagu Basi “Resesi Global” Pemilik Modal

“Saat krisis terjadi pasti perusahaan melakukan restrukturisasi pada aspek ketenagakerjaan atau pekerja dengan berbagai cara atau dengan cara membuat peraturan-peraturan yang merugikan buruh dengan alasan krisis tanpa menyiapkan mekanisme perlindungan sosial yang baik atau tepat serta tanpa memikirkan keberlanjutan hak dan perlindungan pekerja, termasuk perliungan sosial,” terang Risma Umar.

Pemerintah akhirnya mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terkait pandemi Covid-19 pada 30 Desember 2022. Tapi suara optimis itu malah berbalik dengan pengusaha. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) malahan menyatakan bahwa akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal karena pengaruh resesi global 2023 yang salah satunya disebabkan karena “terganggunya rantai pasokan global/Global Supply Chain” akibat perang Rusia-Ukraina. Kedua negara tersebut adalah negara penghasill minyak bumi dan gandum terbesar didunia. Lantas, apakah yang sebenarnya terjadi di tengah dua narasi yang saling bertubrukan itu?

Pemerintah terus berkoar-koar soal optimisme Ekonomi. Lewat kementrian keuangan menyatakan bahwa data ekspor impor, value-nya naik karena harga-harga komoditas ekspor mengalamami kenaikan yang luar biasa serta beberapa manufaktur juga meningkat ekspornya.

Risma Umar dari AKSI! for gender, social and ecological dalam Talkshow Union pada Jumat 27 Januari 2023 mengatakan perusahaan senantiasa menggunakan narasi krisis untuk melakukan penataan kembali ketenagakerjaan. “Saat krisis terjadi pasti perusahaan melakukan restrukturisasi pada aspek ketenagakerjaan atau pekerja dengan berbagai cara atau dengan cara membuat peraturan-peraturan yang merugikan buruh dengan alasan krisis tanpa menyiapkan mekanisme perlindungan sosial yang baik atau tepat serta tanpa memikirkan keberlanjutan hak dan perlindungan pekerja, termasuk perliungan sosial,” terangnya.

Pemerintah malahan memberikan subsidi kepada pengusaha skala menengah dan besar bahkan perusahaan asing dengan alasan agar para pengusaha dapat menjalankan produksinya, tanpa memperhatikan seberapa jauh negara hadir memberikan proteksi perlindungan sosial kepada para pekerja yang mengalami PHK atau pemberhentian kerja. Perusahaan selalu mengklaim bahwasanya dirinya rugi dan berdampak kepada pekerja dengan alasan krisis global. Tutur Risma Umar

Risma Umar juga mengkritisi langkah pemerintah dalam menghadapi krisis dan mengatakan bahwa “saat terjadi krisis di Indonesia, pemerintah berusaha untuk memberikan subsidi kepada seluruh masyarakat akan tetapi menurutnya bantuan yang diberikan pemerintah kepada pekerja itu bukan bantuan melainkan hanya “bantalan” karena tidak mengatasi masalah, ada sekian triliun uang yang dihamburkan negara untuk dibagi-bagi tanpa mekanisme yang tepat. Semestinya negara mengalokasikan anggaran tersebut untuk membangun sistem perlindungan sosial yang efektif dan yang sesuai dengan apa yang dibutukan pekerja dan negara cenderung berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada pekerja”.

Wiranta Yudha dari Asia Floor Wage Alliance (AFWA) mengatakan narasi gangguan rantai pasok global sebenarnya tidak menggerus laba yang dihasilkan dari industri garmen. “Rantai Pasok Global atau Global Supply Chain terutama disektor garment yang berorientasi ekspor itu keuntungan terbesar atau super profit itu diraup oleh para pemilik brand,”jelasnya pada kesempatan yang sama.

Menurut data keuangan orang terkaya di dunia banyak berasal dari para pemilik brand-brand tersebut. Tidak ada upaya untuk meminta pertanggung jawaban dari para pemilik brand-brand tersebut setelah sekian lama mereka mempekerjakan buruhnya dan mendapatakan keuntungan yang besar tapi kemudian tidak ada upaya untuk menarik keuntungan tersebut untuk dibagikan kepada para pekerja dan selama beberapa tahun terakhir, saat krisis pandemi justru membuat orang-orang kaya menjadi semakin kaya dan negara tidak melakukan apapun, malah orang kaya yang selalu diberikan keringanan oleh negara berupa pengurangan pajak. Negara hanya sedang mengatur orang-orang miskin saja, orang-orang miskin saja yang selalu diatur”.

Ia juga memaparkan bahwa pernyataan pemerintah soal ekonomi makro ada benarnya. “Dampak negatif resesi global ini tergantung kita berada dinegara mana. Contohnya, kalau kita berada di Eropa dan Amerika dampaknya sangat luar biasa sekali, biaya hidup makin tinggi imbuhnya. Sedangkan pemerintah mengklaim bahwa ekonomi Indonesia baik-baik saja dan indeksnya cenderung naik,” sambung Wira.

Berdasarkan Pernyataan diatas, apakah memang resesi global ini berdampak ke Indonesia? Atau jangan-jangan resesi global ini hanya dalih kaum pemodal/pengusaha guna menghilangkan hak-hak kaum buruh/pekerja? Resesi belum tiba, pengusaha malah melakukan PHK massal duluan kepada pekerja.

Bisa dilihat juga pernyataan Wira dan Risma Umar tersebut amat sangat jelas kelas pemodal dengan sistem ekonomi kapitalistiknya menjalankan model produksi kapitalistik yang menumpuk, melipatgandakan keuntungannya dengan berbagai cara, salah satunya adalah menindas buruhnya. Kelas pekerja/buruh harus jeli dalam melihat skema-skema culas pengusaha guna membaca apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan. Menurut teori konflik Marx, terjadinya konflik antara kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas proletar (pekerja) karena didalam sistem kapitalisme telah menciptakan konflik, pertentangan kepentingan dan distribusi sumber daya yang tidak adil.

Kondisi buruh perempuan juga terdampak karena menurut Risma Umar didalam masyarakat terdapat konstruksi gender. Konstruksi gender ini yang sebetulnya menjadi cara pandang negara dan perusahaan bahwa ketika terjadi krisis, perusahaan dengan gampang melakukan upaya restrukturisasi kepada pekerja perempuan dan model restrukturisasi dilakukan pengusaha kepada pekerja perempuan karena perempuan dianggap rendah dalam pekerjaan, kemampuan produksi rendah dan dianggap pekerjaannya tak perlu berbayar lebih atau ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan. konstruksi gender ini juga membuat pekerja perempuan saat terjadi restrukturisasi kerja/PHK dengan gampang pengusaha merumahkan perempuan, menurunkan upah dan meletakkan kerja-kerja perempuan itu dalam posisi yang tidak layak karena pekerjaan perempuan dianggap hanyalah pelengkap. Dalam sistem produksi kapitalisme, perempuan berusaha ditundukkan dengan berbagai cara dan hanya dijadikan komoditas dan “mesin pencetak” uang bagi para pemilik modal.

Sebenarnya Pemutusan Hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha terutama di sektor padat karya seperti Garment, Tekstil dan alas kaki sudah banyak terjadi sebelum munculnya isu resesi global ini. Resesi global seakan-akan hanya menjadi dalih perusahaan saja guna melakukan PHK. Berdasarkan temuan dilapangan dibeberapa perusahaan, sebelum mencuatnya isu resesi global sebenarnya pekerja terutama pekerja perempuan disektor garment, tekstil dan alas kaki sudah mengalamai PHK dengan berbagai alasan dari pengusaha. Contohnya, di beberapa daerah Jawa Tengah perusahaan sering melakukan PHK pada saat hari menjelang lebaran dengan dugaan pengusahaan ingin mengurangi Tunjangan Hari Raya atau sering kita sebut THR karena hubungan kerja yang tidak jelas sehingga pekerja dengan gampangnya di PHK sesuka pengusaha sebelum hari tepat menjelang hari raya.

Dari pernyataan diatas maka, diperlukan kepemimpinan perempuan untuk mengubah sistem yang sudah ada karena perempuan menjadi objek utama penindasan sisitem kapitalisme dan Risma Umar menyatakan bahwasanya orang-orang yang ditindas, dipinggirkan dan dimarjinalkan bisa muncul sebagai kekuatan. Kekuatan itu menjadi kekuatan bersama dan diperlukan kepemimpinan perempuan karena orientasi kepemimpinan perempuan itu sesungguhnya bukan untuk kekuasaan, melainkan untuk kemanusiaan, kesejahteraan dan pengabdian.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Cerita Juang Pembebasan Perempuan

Sebagai manusia, semenjak kita terlahir di muka bumi adalah hal umum orang terdekat dan keluarga dari orang tua kita akan menanyakan apa jenis kelamin si

Buruh Perempuan Melawan Pingitan Kerja

Pingit, budaya yang melarang perempuan aktif di sektor publik, ternyata masih ada hingga zaman modern. Budaya ini kembali muncul di zaman modern dalam bentuk belenggu

Talkshow Kick Andy Bahas Angka Jadi Suara

Program perbincangan Kick Andy menjadikan film dokumenter Angka Jadi Suara sebagai salah satu topik bahasan. Talkshow itu disiarkan pada Jumat, 7 Juli 2017, malam dan

Buruh Senang Belajar Seni

Lami dan beberapa mahasiswa dari KP FMK sedang membuat sandiwara radio  Oleh Lami atau Lamoy Farate  Awal Mengenal dan Belajar Seni  ‘’Setiap orang adalah seniman,dimana