BERBURU SEHAT ITU TIDAK MUDAH, MENDERITA TUMOR PAYUDARA JUGA MENAKUTKAN, TAPI SAYA BISA MENGHADAPINYA .-bagian 1-
(Lindah, sekretaris Pengurus Basis FSBPI PT Amos Indah Indonesia)
Berburu sehat bagi saya adalah hak. Ini sekaligus menjadi tanggung jawab saya atas tubuh saya yang sudah membersamai jiwa ini menjalani kehidupan yang tidak mudah, kehidupan yang penuh gejolak. Saya adalah buruh pabrik garmen yang setiap harinya menjahit baju-baju bermerk untuk diekspor ke luar negeri. Saya mengerti, ini pekerjaan mulia dan saya bangga. Sebagai perempuan buruh saya sudah dapat melangkah sejauh ini. Keberanian dan pengetahuan yang saya dapatkan selama ini, berasal dari belajar di organisasi serikat buruh dan pengalaman hidup yang mendera. Kali ini, saya akan berbagi pengalaman tentang proses berburu sehat, tidak mudah namun saya bisa.
Hari itu, Kamis 30 September 2021, saya mendatangi Puskesmas sesuai Askes BPJS jam 08.00 pagi. Saya ingin memeriksa kesehatan saya ke Rumah Sakit/RS, karena saya merasa tidak nyaman dengan adanya benjolan di payudara kiri saya. Setelah mengambil nomor antrian, saya menunggu beberapa saat sampai nomor saya dipanggil untuk melakukan pendaftaran. Saya pun memperlihatkan KTP dan kartu BPJS yang asli ke petugas serta menceritakan keluhan saya. Oleh petugas saya diarahkan ke lantai 4 menuju Poli umum. Di depan Poli umum, Perawat mengecek tensi darah, suhu tubuh dan tinggi badan. Perawat pun mencatat keluhan-keluhan yang saya sampaikan. Saya menceritakan bahwa pada 2001 saya pernah operasi payudara 2x, dan saya ingin melakukan pemeriksaan kembali ke Rumah Sakit, makanya saya membutuhkan Surat Rujukan dari Puskesmas. Saat dipanggil ke Poli umum, saya menceritakan kembali kepada dokter tentang keluhan saya, kemudian saya diberi 4 pilihan Rumah Sakit. Saya memilih Rumah Sakit M Jakarta Pusat karena sudah familier di telinga saya. Oleh petugas saya diberi selembar kertas untuk diserahkan ke ruang pengambilan surat rujukan sesuai RS tujuan.
Jam 10 pagi saya tiba di RS M. Pada ruang pendaftaran administrasi saya menyerahkan foto copy KTP, BPJS kesehatan, dan Surat Rujukan masing-masing 2 lembar. Menurut petugas RS M, untuk dokter bagian bedah waktunya pagi, batasnya pukul 10.00 WIB. Karena dokter bedah hanya praktik sampai jam 10 saja, saya diarahkan untuk datang lagi sore hari, saya pun menyetujui. Kemudian sorenya jam 15.30 saya sudah berada di ruang tunggu pasien bagian dokter Bedah. Jam 16.15 saya dipanggil. Saya kembali menceritakan keluhan juga riwayat sakit yaitu pernah di operasi payudara 2x, kemudian saya diperiksa oleh dokter secara manual. Dokter menyampaikan bahwa benjolan di payudara saya masih bisa digerakkan, artinya masih kabar baik. Sungguh, sedikit lega rasa hatiku, artinya aku masih ada harapan untuk tetap hidup. Kalau disentuh ukurannya sekitar 2 cm, ini harus di USG agar tahu kedepannya hendak melakukan tindakan apa. Kemudian dokter memberi saya surat pengantar untuk ke ruang Radiologi agar bisa USG; dan surat untuk kembali ke ruang dokter kalau sudah ada hasil USG; dan resep obat penahan nyeri untuk diambil di apotik.
Saya bergegas ke ruang Radiologi dan menyerahkan surat pengantar tadi. Petugas medis meminta saya menulis nomor kontak saya dan menandatanganinya. Namun tidak hari itu juga saya tes radiologi karena jadwalnya sudah penuh. Saya diminta standby di telpon karena akan dihubungi sewaktu-waktu, jika nanti saya dihubungi dan tidak ada jawaban maka akan dialihkan ke pasien lain. Penjelasan petugas ini membuat saya berpikir ulang, karena posisi saya bekerja di pabrik di KBN Cakung, dimana atasan tidak tidak bisa mengeluarkan izin keluar tempat kerja secara mendadak. Saya bisa kena marah oleh atasan. Selain itu juga faktor jarak dari KBN Cakung ke RS M lumayan memakan waktu. Akhirnya saya dan petugas membuat jadwal untuk tes radiologi hari Sabtu 2 Oktober 2021.
Saya pun berniat pulang dari RS. Saat di tempat parkir saya bertemu seseorang dengan berseragam petugas parkir. Ia mempertanyakan tentang sakit saya lalu dia bertanya apakah saya sudah bertemu dokter bedah? Kalau belum, dia bisa memperkenalkan ke dokter W agar cepat mendapat penanganan. Saya menjawab sudah. Saat saya memfoto copy berkas, dia mendatangi saya dan menawarkan lagi kepada saya untuk dibantu. Saya tetap menjawab tidak usah, dan terima kasih.
Hati saya berkecamuk. Saya jadi khawatir, ragu dan negative thingking, takut proses pengobatan saya yang menggunakan BPJS Kesehatan di ulur-ulur. Saat saya sampai rumah, dengan gugup saya memeriksa nama dokter bedah yang saya temui tadi di RS. Kegelisahan saya makin kuat karena nama dokter yang memeriksa saya tadi dengan nama dokter yang tadi disebut petugas parkir adalah sama. Oooh Tuhan, semoga proses pemeriksaan saya tidak tertunda-tunda. Saya berharap-harap cemas.
Sabtu, 2 Oktober saya pagi-pagi sekali ke RS M. Jam 6 pagi saya sudah sampai dan langsung menuju ruang radiologi. Kali ini petugasnya berbeda dengan yang saya temui sebelumnya. Saya menjelaskan kepadanya proses yang kemarin, dan saya diminta menunggu. Setelah 15 menit menunggu, petugas menyampaikan bahwa jadwal radiologi sudah penuh dan seharusnya saya mendapat telepon dari RS satu hari sebelum jadwal radiologi. Tentu saja saya kecewa, karena saya datang sudah sesuai dengan jadwal yang waktu itu disepakati. Apalagi jarak ke RS lumayan jauh dan tidak mungkin begitu ditelpon langsung bisa datang ke RS, makanya sengaja membuat jadwal. Saya menggerutu di dalam hati, tetapi tetap berusaha tenang.
Kepada petugas saya minta diberi surat pengantar bahwa jadwal radiologi diundur sabtu depannya lagi. Hal ini penting untuk bukti ke perusahaan bahwa saya memang ke RS. Namun petugas menyampaikan tidak bisa mengeluarkan surat itu, malah bertanya balik kepada saya kenapa hari ini bisa ke RS. Lalu saya menjelaskan bahwa saya menunjukkan surat pengantar dari dokter ke menagemen perusahaan sehingga saya mendapatkan izin. Kemudian saya minta izin kepada petugas untuk mengambil gambar surat pengantar dokter yang untuk sesudah tes radiologi, untuk saya tunjukkan kembali ke managemen, agar mempermudah perizinan saya.
Hari Senin, 4 Oktober saya ditelpon oleh pihak RS bagian radiologi untuk datang tes radiologi hari selasa jam 10.00 Wib. Petugas juga menyampaikan tidak perlu membawa syarat-syarat lagi. Hari Selasanya, jam 09.00 saya langsung ke ruang radiologi, namun petugas memberi tahu bahwa dokternya akan tiba jam 11.00. Saya diminta mengambil nomor antrian dan mendaftar untuk bertemu dokter W sore nanti. Data yang saya siapkan adalah: foto copy KTP, BPJS, Surat Rujukan dari puskesmas, dan surat kontrol asli yang dari dokter bedah. Semuanya saya serahkan ke petugas RS M bagian pendaftaran administrasi, dan petugas juga menyampaikan bahwa setelah hasil radiologi keluar maka saya akan diberikan surat untuk ke dokter bedah.
Jam 11.20 Wib, Dokter radiologi tiba, saya dipanggil pertama. Setelah pemeriksaan USG pada dua payudara dan bagian bawah ketiak, dokter menyampaikan bahwa ditemukan dua benjolan sebesar 6 cm di payudara kiri dan satu benjolan di payudara kanan yang ukurannya lebih kecil dari payudara kiri. Surat hasilnya dapat diambil sebelum keruangan dokter bedah nanti sore.
Sore harinya, jam 15.45 saya mengambil hasil radiologi kemudian ke ruang dokter bedah. Dokter W menyampaikan dengan bahasa medis, saya susah menangkap penjelasannya. Namun saya dapat menangkap bahwa intinya dokter belum bisa menentukan jenis tumor apa yang ada pada payudara saya, sampai salah satu tumornya dikeluarkan (dioperasi) dan dicek di laboratorium. Saya bertanya terkait proses operasi seperti apa. Dokter menyampaikan bahwa hari Jumat kapan bisa dioperasi, dan ada proses rontgen dan tes PCR terlebih dahulu yang semua biaya ditanggung oleh BPJS. Namun untuk kerabat yang menunggu pasien musti melakukan PCR dengan biaya sendiri, baik itu di RS M maupun di luar.
Esok harinya saya bekerja seperti biasa. Saya pun tidak lupa menyerahkan semua berkas-berkas yang saya dapat dari RS dan menyerahkan ke bagian personalia. Hal ini penting agar managemen tahu, apa yang terjadi atas diri kita.
Selasa pagi, 12 Oktober saya minta bantuan kawan untuk melakukan pendaftaran ke dokter bedah dengan mengambil nomor antrian periksa dokter bedah yang praktik jam 16.00 WIB. Karena saya bekerja masuk shiff pagi dan pulang jam 12.00 Wib. Sorenya, saya kembali ke dokter bedah untuk melakukan konsultasi sesuai jadwal. Tidak lupa saya menyertakan foto copi KTP, BPJS, Surat Rujukan dari Puskesmas, Surat Konsultasi asli dari dokter bedah yang sesuai tanggal hari ini, dan nomor antrian. Semuanya saya serahkan ke bagian pendaftaran administrasi.
Saat bertemu dokter W saya mempertanyakan kapan saya dapat dioperasi? Setelah berdiskusi, akhirnya kami sepakat untuk tindakan operasi dilakukan pada Jumat 15 Oktober. Kemudian dokter memberikan surat pengantar untuk saya ke ruang laboratorium untuk pengambilan darah; surat pengantar ke radiologi untuk melakukan rontgen; dan Surat untuk melakukan operasi hari Jumat. Ketiganya dibawa dan diserahkan ke petugas medis pada Jumat pagi sebelum operasi termasuk foto copi KTP, BPJS Kesehatan, dan lain-lain.
Rabu 13 Oktober saya masuk seperti biasa. Tetapi Supeviser saya mempertanyakan, kenapa saya masuk pagi, padahal jadwalnya siang. Superviser saya menyampaikan sebaiknya lanjut kerja untuk membayar hutang jam kerja karena hari Senin kemarin belum membayar hutang jam kerja. Di sini saya mendebat atasan saya, karena hari Senin lalu saya tidak masuk karena melakukan pemeriksaan ke RS sebagai proses menuju operasi. Tapi atasan saya tidak terima. Akhirnya saya ke ruang personalia, dan menyampaikan bahwa semua berkas saya dari RS sudah saya serahkan pada tanggal 5 lalu, kenapa saya masih diminta membayar hutang jam kerja. Di sini juga terjadi perdebatan, karena dalam berkas tidak ada surat keterangan sakit dari dokter. Saya menyampaikan bahwa saya itu belum operasi, yang saya lakukan adalah melakukan pemeriksaan untuk persiapan operasi. Perdebatan yang tidak berujung itu akhirnya saya pulang dan akan masuk kembali di siang hari sesuai dengan shif saya.
Betapa tidak mudah berburu sehat. Betapa saya takut dengan tumor di payudara ini. Cerita-cerita sebelumnya tentang penderita tumor payudara yang terenggut nyawanya pun banyak. Sungguh ini situasi yang mengganggu pikiran. Di lain sisi, kondisi kerja sebagai buruh pabrik yang terus dikejar target, memang sulit untuk memenangkan pertarungan hati ini. Antara menyerah dengan keadaan sakitku ini? Atau memberanikan diri menghadapi situasi yang tidak mudah. Bayangan para atasan di pabrik dengan dengan muka-muka yang tegang, ada di pelupuk mata. Namun, saya mengambil pilihan kedua. Saya harus sehat. Dengan sehat saya masih bisa melakukan banyak hal untuk perjuangan hidup ini. Salah satunya adalah berjuang bersama kawan-kawan dalam perjuangan gerakan buruh, dan membebaskan buruh perempuan dari penindasan. (cerita ini akan saya sambung pada bagian 2 J)