Search
Close this search box.

BERANI

Berani
Bukan barang dagangan.
Bukan slogan.
Bukan sekedar di ucap.
Bukan pula obral kata

Berani.
Mudah terucap dari bibir.
Tapi butuh kekuatan untuk bertindak.
Karenanya Keberanian butuh menyatukan pikiran, hati menjadi tindakan.

Untuk kalian yang sedang belajar paham.
Bahwa Pengusaha terlalu rakus mengambil upah.
Mengambil hak atas cuti dan uang makan.
Mengambil hak atas status kerja.
Menggerogoti setiap tetesan darah dan keringat kita.
Kalian layak untuk marah.

Namun marah yang bukan sebatas mencaci.
Bukan marah yang sebatas benci.
Bukan marah yang hanya mengumbar kata.
Menjadi deret dendam tanpa tindakan.

Tapi marahlah.
Dan sampaikan marahmu dengan tindakan berani.
Ya.
Berani bicara, berani mempertanggungjawabkan ucapan.
Berani mengambil posisi membela yang benar.
Membela yang lemah.
Membela nyawa yang tergadai.

Karenanya.
Berani bukan slogan.
Berani adalah Posisi.

Semper Barat, 11 April 2014 (17:18)
Jumisih

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Dinamika Pasca Pengesahan UU TPKS 

Tuti Wijaya menyatakan kasus kekerasan seksual sangat banyak. LBH Semarang mencatat pada tahun 2021-2022 kasus kekerasan mengalami lonjakan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2021 aduan kekerasan seksual sebesar 19 aduan dan di tahun 2022 mengalami lonjakan sebesar 142% dan setelah pengesahan UU TPKS ini, LBH Semarang juga mencatat ada 49 aduan pasca pengesahan UU TPKS ini. 

TOLONG

Tolong   Biasanya aku datang sebulan sekali Tapi kadang telat Kadang sebulan dua kali Kadang gakjelas Kalian pasti kenal siapa aku   Nama panggilanku Upah

“Berikan Keadilan Bagi Kedua Perempuan Korban Persekusi Pessel!

Menurut Indira Suryani, Direktur LBH Padang, tindakan persekusi,mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan atau seksual dalam segala bentuknya dikategorikan sebagai penyiksaan seksual sebagaimana diatur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sebuah Tragedi: Lagi, DPR RI Tidak Mengesahkan RUU PPRT

Endang Yuliastuti dari Institut Sarinah mengeluhkan aturan ketat yang diterapkan terhadap PRT dan Koalisi Sipil selama lima tahun terakhir. Menurutnya, tata kelola DPR semakin menjauh dari rakyat dan membatasi partisipasi masyarakat, khususnya PRT, meskipun mereka hanya ingin memantau jalannya sidang.