Cerita Neneng Oneng

Seorang buruh Perempuan, Fitri alias Neneng Noneng yang bekerja di PT Hansae 6, menyampaikan bahwa “Selama ini aku susah berteman, temanku saja sedikit, dan aku baru pertama kali kerja di PT, namun dengan penelitian ini, aku menjadi tergugah untuk lebih aktif, aku mendatangi kos-kosan buruh, bertanya pada mereka punya saudara yang kerja di KBN ga? PT apa? Atau punya teman di PT A ga?”.

Begitu aktivitas Neneng Noneng dalam beberapa hari terakhir dalam menjalankan program penelitian bersama Perempuan Mahardhika.

Sementara itu, Widi sebagai Konsultan program penelitian ini menyampaikan bahwa “…dengan menjadi pengumpul data, kita akan menemukan kepercayaan diri saat melakukan survey…” Artinya setelah selesai melakukan program penelitian, Kepercayaan Diri itu tidak akan hilang, dia akan terus tumbuh seiring dengan perjalanan waktu.

Tahukah, bahwa seorang Neneng Noneng telah menjalankan praktek “pengorganisiran” terhadap buruh perempuan?

Tentu saja gegap gempita bertemu buruh perempuan untuk membuat responden nyaman dengan kita, tidak hanya dilakukan saat ini, tapi itu juga yang akan dipraktekkan dalam mengorganisir buruh perempuan.

Bravo Neneng Noneng, hari ini kamu telah melewati saat-saat yang seru menemui responden dengan karakter yang berbeda. Kerasa betul bagaimana memenegement emosional kita saat responden sudah mulai resah di wawancara.

Bagaimana cerita pengumpul data yang lain?? Mari berbagi

Jakarta, 11 Agustus 2017
(GM)

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Manfaat Pernikahan Bagi Perempuan: Masihkah Relevan?

Pada zaman sekarang, perempuan  bisa memproteksi dirinya sendiri. Ancaman zaman sekarang memang tidak dalam bentuk hewan buas atau bencana alam,  tapi diskriminasi, ketidakadilan, penindasan, penjajahan dan teman-temannya. Negara yang memiliki  regulasi yang cukup adil dan stabilitas politik seharusnya bisa menjamin keselamatan semua orang, termasuk perempuan.

Berjuang, Agar Korban Jadi Pejuang

Nama saya Ajeng Pangesti Anggriani, saya lahir di Bogor. Ibu saya berdarah Sunda asli dan bapak saya Jawa tulen tapi tidak satupun bahasa daerah yang

1965: Luka yang Masih Menganga, dan Ironi antara Nama Soeharto dan Marsinah

Kini, wacana pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional kembali menguji nurani bangsa. Soeharto adalah arsitek sistem kekuasaan yang menindas kebebasan berpikir, membungkam pers, dan menyingkirkan lawan politik. Dan ironinya, nama itu disebut bersamaan dengan Marsinah, buruh perempuan yang dibunuh di bawah sistem represif yang sama.