Kabar May Day dari Berlin

Mulai Dari Keberagaman Hingga Keikutsertaan Anak

Oleh: Muthmainnah (Mahasiswa Bidang Labour Policies and Globalization di Berlin School of Economics and Law)

Izinkanlah dalam tulisan ini, saya menuliskan pengalaman pertama saya mengikuti May Day di ibu kota Negara Jerman, yaitu Berlin. Peringatan May Day di Negara ini dapat dikatakan sebagai salah momentum yang menyita perhatian berbagai pihak. Perayaan May Day di Jerman tahun 2017 pun dilakukan hampir di 20 kota yang dihadiri oleh ribuan orang dari berbagai pihak.

Peringatan May Day dimulai pada pukul 10 pagi waktu Berlin atau jam 3 sore Waktu Indonesia Bagian Barat. Para buruh dan juga berbagai aktivis HAM berkumpul di titik poin yang bernama Hackescher Markt. Ribuan orang yang membawa berbagai panji serikat buruh seperti, Ver.di dan GEW,  melakukan long march menuju salah satu tempat yang paling penting di Berlin yaitu Bradenburg Gate. Para peserta aksi May Day melakukan long march dari pukul 10.00 hingga 11.30. Para peserta aksi melanjutkan melakukan berbagai orasi dan juga konser music di Bradenburg Gate untuk selanjutnya mereka melakukan acara kumpul bersama dengan berbagai keluarga anggota serikat buruh. Acara keseluruhan rangkaian May Day berakhir pada pukul 7 malam.

Selama saya mengikuti May Day, terdapat beberapa hal yang menurut saya menarik. Plternative fur Dertama, para peserta May Day sangat saling menghormati satu sama lain termasuk dalam hal preferensi politik yang berbeda-beda. Selama May Day, beberapa bendera sangat jelas mencantumkan nama Partai yang mereka dukung, baik  Sozialdemokratische Partei Deutschland (SPD ) hingga Alternative fur Deutschland (AfD). Isu yang disuarakan pun sangat beragam, tidak hanya sebatas pada isu-isu local Negara Jerman, tetapi juga banyak menyinggung isu tentang hak pekerja para pendatang maupun para pencari suaka. Dalam May Day kali ini pun, saya pun mempelajari tentang makna ‘international solidarity’ karena peserta May Day pun datanng dari berbagai Negara, seperti Indonesia hingga Sri Lanka. Dari Indonesia, saya bisa melihat betapa gigihnya perjuangan kawan-kawan Petani Kendeng dan dari Sri Lanka, saya mempelajari betapa gigihnya mereka memperjuangkn HAM transisional atas segala genosida. Hal yang menarik bagi saya pun, para peserta aksi tidak sungkan mengajak keluarga, anak, dan bayi mereka untuk datang ke peringatan May Day walaupun dengan membawa stroller. Hal ini memberikan pelajaran bahwa peringatan May Day bukanlah aksi yang membahayakan seperti yang sering diberitakan di berbagai media Indonesia.

Selamat Hari Buruh Internasional! Salam Solidaritas Internasional!

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Nak, Inilah Cara Ibu Berjuang

Anakku, empat tahun lalu ibu adalah buruh pabrik. Ah, pasti kamu tidak mengerti apa itu buruh pabrik. Tidak apa-apa. Kelak kamu akan tahu. Dulu, ibu

Pameran Foto HUT ke-30 AJI: Potret Dampak Negatif Proyek Strategis Nasional (PSN)

Foto-foto yang dipamerkan merupakan hasil liputan mendalam dari tiga daerah, yaitu Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Barat. Salah satu karya yang menarik perhatian adalah milik Kartika Anwar berjudul ‘Proyek IKN Dikebut, Warga Pemaluan Krisis Air Bersih’, yang menggambarkan sulitnya akses air bersih bagi warga di sekitar proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Suara Buruh Edisi 30 November 2015

Suara Buruh Edisi 30 November mengupas tentang KPP  (Konferensi Perempuan Pekerja) II yang diadakan 29 November 2015 Facebook Comments Box

Polemik Tunjangan Hari Raya: Masalah Tahunan yang Terus Berulang

Nisa (buruh sekaligus Pengurus Basis FSBPI PT. Wahyu Bina Mulia di makassar yang bergerak dalam industri pengolahan ikan laut) menceritakan kondisi pada saat ini di perusahaannya terkait Tunjangan Hari Raya. Nisa mengatakan bahwasanya perusahaan tempat ia bekerja setiap tahunnya memberikan Tunjangan Hari Raya akan tetapi Tunjangan Hari Raya yang diberikan perusahaan tempat ia bekerja tersebut hanya berupa “bingkisan” senilai Rp 1.000.000

Mewarisi Pemikiran Kartini, Berani Mengembangkan Gagasan Progresif 

Di balik dinding pingitan, Kartini mengembangkan gagasan yang berani dan progresif melampaui jamannya. Di tengah kultur sosial masyarakatnya yang kolot, mengecilkan makna gagasan dan pemikiran apalagi dari seorang perempuan, Kartini punya keberanian menggoreskan pena. Lalu apakah menggoreskan pena, jauh lebih tidak berani dari pertarungan gagah berani di medan perang? Medan perang pun butuh siasat dan strategi, sebuah pemikiran yang jitu untuk memenangkan pertarungan. Demikianlah, perjuangan dengan pena adalah sama tajam dan beraninya dengan aksi di medan perang.