Suka Duka Banjir di Kampung Taruna Jaya

Jalan depan Sekretariat Marsinah FM dan FBLP terendam banjir

Banjir melanda Jakarta terhitung dari dua hari Senin, 9 Februari  – Selasa, 10 Februari 2015, khususnya di wilayah kampung Taruna Jaya, tepatnya sekitar kantor sekretariat FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik) dan studio MARSINAH FM. Hujan terus mengguyur Jakarta hingga terjadi banjir.

Sekitar pukul 10.00 WIB, pada hari Senin, 9 februari 2015,banjir mulai menggenagi wilayah kampung Taruna Jaya. Karena terlalu cepatnya arus air,  1 jam berikutnya ketinggian air di depan kantor kami sudah setinggi 50 cm.Sementara, ketinggian di dalam kantor FBLP  di atas lutut orang dewasa.

IMG-20150211-WA0017
Bersama Roy, meliput banjir

Kami selaku kru Marsinah FM, yaitu saya (Sri Jumiati), Thienkoesna, dan Roy, juga melakukan liputan banjir. Saya sendiri sebagai kameramen, Thienkoesna dan Roy menjadi reporter.

Dari liputan kami, kami mendapati banjir di wilayah belakang kampung Taruna Jaya mencapai leher orang dewasa. Akibatnya, akses jalan tidak ada, sehingga banyak korban banjir tidak bisa membeli makan. Wajar bila kemudian mereka memilih mencari ikan di tengah banjir.

Setiap tahun, wilayah ini terkena banjir dan warga bertekad tidak akan pindah. Mpok Atik, salah satu warga, bahkan bilang tidak akan pindah sebelum kulkas yang sudah ditaruhnya di atas meja tenggelam semuanya. Sepengamatan kami, kulkas itu sudah hampir tenggelam, meski belum total. Mungkin tahun depan atau tahun depannya lagi bakal tenggelem seluruh kulkas di atas meja itu.

Selain itu, korban banjir di kampung Taruna Jaya, hingga saat ini, belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah. Kami dan warga berharap bantuan setidaknya sebungkus nasi dan juga air minum.

Keesokan harinya, Rabu, 11 Februari 2015, pukul 6.30 WIB, ketinggian banjir di dalam sekretariat hanya berkisar  22 cm, sedang di depan sekre berkisar 62cm. Namun, di siang hari karena hujan kembali turun sangat lebat, ketinggian air bertambah lagi hingga 27-28 cm.

Akhirnya, Bantuan Datang

Bagaikan mentari di musim penghujan, bantuan hasil penggalangan dana kami, tiba juga. Ada orang-orang baik yang berkenan membantu dalam bentuk dana yang kami belikan nasi sebanyak 100 bungkus nasi. Sesuai data yang kami terima maka wargapun dengan senang hati menerima bantuan tersebut. Kami turut senang, dan akan lebih senang lagi bila banjir berhenti dan tidak ada banjir susulan.

Sekarang, ketika tulisan ini dilansir di dev.marsinah.id, air di dalam sekretariat sudah surut sama sekali. Hanya di teras air masih setinggi mata kaki orang dewasa, sementara di luar sekretariat, air masih setinggi lutut orang dewasa.

Hati kami lega, lantai sudah dipel dan mengering, berharap bisa lagi bersiaran dan pendengar bisa lagi berbagi kisah. Sayang, radio kami terpaksa terhenti karena banjir. Apalagi, rombongan teman-teman mahasiswa dari berbagai daerah akan hadir di tempat kami untuk belajar. Namanya pondok mahasiswa. Semoga kami bisa belajar dan saling berbagi dengan teman-teman mahasiswa pondok dengan tenang, tanpa banjir. Amin.

 Oleh Sri Jumiati,

Penyiar Marsinah FM

 Salah Satu Liputan Banjir di Kampung Taruna Jaya

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Tentang Kritik dan Mereka yang Dibungkam 

“Meski KUHP yang baru ini dinyatakan berlaku tiga tahun mendatang, sungguh nggak masuk akal kalau pasal pencemaran nama baik yang telah dihapus di KUHP baru, justru dipakai untuk menggugat Fatia dan Harris karena mereka berdua berani mempublikasikan hasil kajian tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua. Ini sih karena seorang yang berkuasa ini sedang tersinggung saja” 

May Day dan Perjuangan Demokrasi

May Day (Hari Buruh Internasional) telah berlalu, sorak sorai massa aksi, orasi-orasi nan lantang dari berbagai organisasi telah berlalu, yang tersisa adalah penat di badan,

Besi dan Baja

Berteman dengan besi dan baja, melampaui malam nan pekat Beriring dengan denting besi bersentuhan, berteman peluh dan keringat Menjemput matari pagi muncul dari ufuk timur,

Sajak untuk Atma

  Bila memang waktu sudah tidak berarti, Dan hidup sudah tiada lagi, Dan kematian menghampiri, Maka hiduplah dalam ketiadaanmu, Hiduplah dalam matimu. Selamat jalan kamerad,