Haydee Santamaria Cuadrado

Pejuang Revolusioner Kuba

Kuba, sebuah negeri yang dihantam embargo ekonomi  berpuluh tahun oleh negeri adidaya, Amerika Serikat dan negeri – negeri besar dalam ekonomi dunia. Siapa yang mengira Kuba bisa bertahan, bahkan mengalami kemajuan luar biasa, terutama kesehatan dan pendidikan. Hal itu tak lepas dari jerih payah para pejuangnya. Haydee Santamaria Cuadrado adalah satu diantaranya.

Haydee adalah seorang pejuang revolusioner Kuba, ia membela para seniman yang memberontak terhadap kediktatoran rejim Batista. Ia terlahir di perkebunan gula di Kuba tengah, dan merupakan satu dari lima bersaudara. Di awal tahun 1950an, Haydee berpindah ke Havana bersama adik lelakinya dan keduanya kemudian diketahui terlibat dalam pergerakan melawan korupsi kediktatoran Batista. Di akhir revolusi, seluruh keluarga Santamaria terlibat dalam perjuangan revolusi.

Hari itu, 26 Juli 1953, Haydee merupakan satu dari dua perempuan yang terlibat dalam sebuah serangan ke garnisun Moncada, yang dikepalai oleh Fidel Castro. 120 pemberontak berusaha merebut Moncada./ serangan tersebut dan dua pertiga dari 120 pemberontak itu tewas. Beberapa diantara pemberontak yang tersisa disiksa oleh rejim Batista, termasuk kekasih Haydee dan adik lelakinya. Haydee sendiri ditahan dan disiksa. Salah satu penjaga membawa satu bola mata adik lelakinya dan mengancam akan membawakannya satu bola mata adiknya lagi. Namun, Haydee menjawab “Jika, ia kehilangan satu bola matanya dan tak bicara sedikitpun, maka aku pun demikian”

Haydee lalu dibebaskan dan kisah tentangnya dalam penjara dikisahkan dalam lembar halaman demi halaman buku Fidel Castro berjudul “Sejarah Akan Membebaskan Aku”

Setelah bebas dari penjara, Haydee bergabung dengan Castro dan pejuang gerilya Che Guevara di pegunungan Sierra Maestra dan berjuang selama perang di “Marianas”, sebuah pasukan batalyon perang perempuan. Ia juga mengikuti perjalanan ke Amerika serikat untuk menggalang dana dan memesan perlengkapan perang, ia berperan menjadi seorang yang terlibat dalam jual beli senjata illegal, seorang ahli taktik perang, penggalang dana internasional, koordinator bawah tanah, dan pejuang gerilya.

Setelah kemenangan revolusi pada tahun 1959, Haydee mendirikan sebuah institusi budaya bernama la Casa de las Americas. Ia menjadi direkturnya selama 20 tahun, Haydee memberikan perlindungan bagi seniman dan penulis Amerika Latin yang terpaksa menjadi “ eksil” atau “hidup di luar negaranya” karena dibuang oleh pemerintah diktator.

Selama hidupnya, Haydee memegang teguh filosofi komunisme internasionalisme dan selalu menentang soviet birokrasi stalinis dan pemikiran dogmatik. Bagi Haydee, tak ada waktu untuk menjadi dogmatis .

Berakhir Tragis

Namun, seorang Haydee harus berakhir tragis. Fidel Castro, di hari itu, 26 Juli 1980, terpukul ketika mendapat kabar bahwa teman revolusinya, Haydee mati bunuh diri. Langkah tragi situ diambil Haydee, beberapa bulan setelah ia mengalami kecelakaan maut yang membuatnya terluka parah.

Haydee memilih mati di tanggal yang sama dengan hari pemberontakan Moncada pada tahun 1953. Kini, nama Hayde harum sebagai pahlawan revolusi Kuba. Perjuangannya membawa Kuba pada kemajuannya sekarang.

“Ada sebuah momen saat semua hal terasa indah, heroik. Sebuah momen saat hidup menentang kematian dan kekalahan, karena satu pegangan erat pada kematian, karena begitu penting untuk tidak menyerah pada kematian dan kekalahan. Pada momen seperti itulah, segala resiko diperhitungkan. Hidup dan kematihan bisa menjadi indah dan berharga, saat kamu berjuang untuk hidupmu, namun juga saat kamu menyerah padanya tanpa kompromi. Semua yang kumau adalah untuk menunjukkan bahwa generasi muda Kuba memiliki hidup yang lebih indah dari masa muda kita. Itulah cara kita hidup”

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Sosok Ibu (korban) di Mata ku

Aku tidak akan membahas soal Pelecehan Seksual dari sudut pandang orang ternama atau orang yang ada di bidangnya, tapi dari sudut pandang diriku sendiri sebagai

Hari Pangan Sedunia: Merebut Kembali Ruang Hidup yang Dirampas

Sementara, peran perempuan sebagai petani tak kunjung memperoleh pengakuan. Alat pertanian modern tidak dirancang untuk nyaman dioperasikan oleh tubuh perempuan. Sehingga, kaum perempuan tersingkir dari proses bertani. Pun, kelompok tani yang kerap merumuskan kebijakan terkait pengelolaan pangan, distribusi, pengadaan benih lebih banyak didominasi laki – laki. Akibatnya, perempuan kehilangan akses terhadap benih, pupuk dan proses pengambilan keputusan.

Lolita: Buruh Jahit Jadi Aktivis

Selamat malam Sahabat Marsinah, bagaimana kabar sahabat  malam hari ini setelah giat bekerja? Semoga baik – baik saja ya. Sambil melepas lelah, stay tune deh

Polisi Menyita Buku: Ancaman Lama bagi Demokrasi

Praktik semacam ini bukan hal baru. Sejak Orde Lama hingga Orde Baru, negara berulang kali menjadikan buku sebagai objek ketakutan. Tahun 1965, ratusan ribu buku yang dianggap “komunis” dibakar dan penerbit-penerbit kiri dibubarkan. Setelah Reformasi, gelombang penyitaan dan pelarangan masih berulang: dari buku sejarah 1965, literatur Marxis, hingga novel-novel yang dianggap “mengandung ajaran terlarang”.